[EXO FF] Haru Haru – Oneshot
Title: Haru Haru
Cast : Oh Sehun | Kim Jongin
Rating : PG
Genre : Friendship
Author’s note : Ini
FF pertamaku yang bergenre friendship. Mudah-mudahan tidak mengecewakan ya. Aku
gatau ini terinspirasi dari apa, mungkin saking merindukan Sehun-Kai moment :3 maaf
untuk typo yang bertebaran. Selamat membaca.
Disclaimer : Cast belong to God, their parents and SM. But this
story and plot is mine! Don’t be a Plagiarism! Thankyou <3
Happy Reading...
Haru Haru
Kisah ini adalah
sebuah cerita sederhana tentang persahabatan antara Sehun dan Jongin, yang
membuat mereka terasa sempurna karena kebahagiaan masing-masing dari mereka
adalah sahabat mereka sendiri.
–Jongin memang
berbeda tapi dia tetaplah sahabat Oh Sehun –
----
Tiga tahun lalu, tepatnya 9 November 2007. Kisah mereka
dimulai, diawali dengan ketidak sengajaan Sehun yang menabrak Jongin di halte
bus. Dia mengetahui nama Jongin dari name tag anak laki-laki itu. Merasa
bersalah Sehun pada akhirnya meminta maaf pada Jongin, walaupun tak mendapat
respon apapun dari laki-laki berkulit tan itu selain rawut muka datar yang di
dapati Sehun. Beberapa hari setelahnya, mereka seperti ditakdirkan untuk
bertemu setiap sorenya di halte. Tentu dengan kecerobohan Sehun yang –lagi
menabrak Jongin. Beberapa kali bertemu dengan insiden yang sama pula, tak lantas
membuat Jongin marah atau sekedar menegur Sehun untuk lebih berhati-hati. Alih-alih
Jongin hanya diam, sekilas melirik kearah Sehun dan kembali fokus dengan komik
di tangannya.
Keesokan harinya, Sehun masih bertemu dengan Jongin di halte
bus yang sama. Tetapi kali ini tidak dengan insiden bertabrakan lagi.
Sepertinya Sehun sudah lebih berhati-hati. Tapi sebenarnya, dia sudah
merencanakan hal ini dari hari kemarin. Dia berlatih keras agar lebih
berhati-hati ketika berlari, memerhatikan sekitar ketika sedang berjalan dan
juga, berlatih berbicara ketika nanti berhadapan dengan Jongin. Iya, dia
sangat konyol tapi inilah Sehun. Dia tipe anak muda yang cenderung selalu ingin
tau. Contohnya saja, dia berpikir keras mengapa Jongin memiliki rawut muka
sedatar itu. Bagaimana rawut muka Jongin ketika tersenyum? Dan berbagai hal
lainnya yang membuatnya penasaran. Dan kali ini yang menjadi objek sepenuhnya
adalah Jongin. Anak laki-laki yang menurutnya cukup misterius.
Maka hari ini Sehun sudah menyiapkan diri agar berkenalan lebih
jauh dengan Jongin, setidaknya dia bisa mengetahui berapa umur Jongin. Tekad
kuat sudah diembannya dari beberapa saat yang lalu sebelum akhirnya Sehun
menghampiri Jongin yang –lagi sedang membaca sebuah komik. Oh, komik Bleach
hari ini. Sehun bergumam dalam hati.
Jantung Sehun memacu dengan cepat. Dia tidak tau mengapa
bisa seperti itu, yang jelas dia masih normal dan tidak mungkin menyukai
Jongin. Sehun meringis.
“ehm, hai” deheman pelan nan sapaan singkat keluar dari
mulut Sehun. Beberapa detik menunggu dan Jongin sama sekali tak mengindahkan
sapaan Sehun yang dengan susah payah dia ucapkan.
“namamu Jongin, kan?. Aku Sehun” Degup jantung Sehun
melambat sesaat ketika Jongin akhirnya menoleh padanya. Seperti gerakan slow
motion, turut juga mengundang keringat yang membasahi dahi Sehun.
Hening terjadi diantara mereka. Hingga akhirnya hujan yang
cukup lebat mengguyur kota Seoul sore itu. jongin tak juga membalas, hanya
menatap kearah Sehun dengan pandangan datar. Ditempatnya Sehun mati-matian
menahan rasa malu yang entah bagaimana bisa membuat perutnya mual seketika.
“ah, aku meganggumu ya? Maaf” pada akhirnya Sehun menyerah
di sore itu. usahanya sia-sia mengajak Jongin berbicara. Kenyataannya anak
laki-laki itu terlihat sama sekali tak berminat menjawabnya.
Sehun berjalan kembali ke tempat duduknya sambil menunduk.
Beberapa menit berlalu dan akhirnya bus yang ditunggu Sehun datang, membawa
anak laki-laki berkulit seputih susu itu menjauh dari pandangan Jongin.
Yah, Jongin terus memperhatikan Sehun sejak anak laki-laki
itu kembali ke tempat duduknya sambil menunduk. Dalam hati Jongin merasa senang
karena masih ada seseorang yang ingin berbicara padanya. Meski pada
kenyataannya hal itu pula yang membuatnya seperti menelan pil pahit, karena dia harus
menerima kenyataan jika dia memang berbeda dari yang lainnya.
Hujan lebat sudah berhenti hanya menyisakan rintiknya yang
mulai berjarak hingga menjadi tetesan-tetesan air yang berjatuhan dari atap
halte. Awan yang tadinya berwarna gelap sudah kembali berwarna biru – putih dan
sedikit demi sedikit ditambah dengan arakan warna jingga kemerahan dari arah
barat, tanda hari sudah mulai gelap. Jarum jam di tengah kota yang Jongin lihat
sudah menunjukan pukul enam sore. Jadwal pemberhentian bus hari ini berakhir
dan Jongin masih menunggu disana.
Tak lama setelah itu, BMW berwarna hitam mengkilap
berhenti di depan halte. Seorang pria dengan stelan jas formal keluar sambil
membawa payung padahal hujan sudah lama berhenti. Jongin menatap pria itu
sebentar sebelum akhirnya menutup komik yang dia baca dan berjalan memasuki
mobil mewah itu dengan iringan pria berjas dengan payung tadi.
Mobil melaju dengan pelan. Membawa Jongin kembali pulang kerumah, sekaligus menarik
Jongin dari harapan semunya.
Harapan seorang Kim Jongin untuk bisa sama dengan mereka.
Juga, Sehun.
----
Sehun kembali kerumah dengan keadaan cukup basah akibat
berlari dari pemberhentian bus menuju rumahnya. Sepanjang jalan dia mengeluh
soal Jongin tadi. Bahkan ketika dirinya memasuki area ruang tamu dimana seorang
perempuan kini tengah memandangnya heran.
“Sehun?” Perempuan tadi berinisiatif menegur Sehun terlebih
dulu karena sepertinya Sehun tidak menyadari keberadaannya.
“eh? Ada apa, noona?”
Oh Hayoung –kakak Sehun menggelengkan kepala pelan. Dia
menghampiri sosok adik satu-satunya itu, lantas mengusap air hujan yang
membasahi rambut adiknya dengan lembut.
“wajahmu terlihat masam, apa ada yang terjadi?” Sehun bungkam, apa
dia harus menceritakan kejadian memalukan tadi?
“tidak ada noona, aku hanya lelah karena hari ini banyak
tugas” jawabannya tentu saja tidak. Dia sudah tau tabiat kakak perempuannya
itu. walaupun terlihat lembut, dia sebenarnya orang yang jahil. Sehun tidak mau
menjadi bahan tertawaan jika dia menceritakan kejadian tadi pada noonanya.
“oke, aku mengerti. Sekarang kau istirahat sana” Sehun hanya
mengangguk dan memberikan senyuman manis pada kakaknya sebelum dirinya menaiki
tangga menuju kamarnya dilantai dua.
Oh Sehun hanya tinggal bertiga dengan kakaknya –Oh Hayoung
dan kakak iparnya di Seoul, Korea Selatan. Orang tuanya memilih menjalankan
bisnis di China. Meskipun mereka sudah membujuk Sehun untuk ikut ke China namun
Sehun selalu menolak. Dengan alasan dia tidak akan bisa bergaul karena dia sama
sekali tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Alasan yang cukup logis,
menurutnya.
Sehun sendiri saat ini sudah berusia 15 tahun. Bersekolah di
salah satu sekolah menengah pertama swasta di kawasan Seoul. Untuk itu dia
memilih menggunakan bus daripada harus diantar jemput oleh kakak iparnya yang
bekerja di daerah Busan. Alasannya, tidak ingin merepotkan tentu saja.
Berguling kesana kemari diatas kasur, menjadi kegiatan Sehun
hari ini. Dia memang tipe anak rumahan, tidak suka menghabiskan waktunya di
luar rumah atau bersenang-senang bersama teman-temannya, dia lebih memilih
bermain playstation seharian penuh. Tapi tidak hari minggu kali ini, dia merasa
bosan setengah mati.
Untuk itu Sehun memilih untuk keluar rumah sebentar, membeli
minuman favoritenya. Bubble tea. Dia sudah bersiap, memakai pakaian santai
seperti remaja kebanyakan. Sehun menuruni tangga dengan berlari kecil, membuat
Hayoung mengalihkan fokusnya pada Sehun. Dia mengabaikan siaran tv drama
kesukaannya dan memilih mengamati penampilan adiknya.
“kau akan pergi kemana?”
“membeli bubble tea, hanya sebentar. Bye noona”
Setelah berpamitan pada noonanya Sehun pun berjalan keluar
rumah menuju halte bus yang terhalang dua – tiga rumah kearah barat.
Sehun melirik arlojinya, jarum pendeknya menunjuk pada angka
satu, sedangkan jarum panjangnya pada angka tiga. Pukul satu lebih lima belas
menit. Sehun sudah membeli dua gelas taro bubble tea kesukaannya. Saat ini dia
sedang menunggu bus di halte.
Pikirannya melayang pada kejadian kemarin sore, insiden
memalukan dirinya. Sebenarnya tidak cukup memalukan jika mengingat mungkin
tidak ada yang memperhatikan dirinya saat mengajak Jongin bicara. Omong-omong
mengenai Jongin, bagaimana kabar anak itu?
Cukup lama menatap awan yang bergerak lambat diatas sana,
Sehun tidak menyadari jika ada seseorang yang duduk tepat di sampingnya. Merasa
kesal karena diabaikan, seseorang itu menarik ujung kaos lengan Sehun perlahan.
Membuat Sehun mau tak mau mengalihkan perhatiannya dengan sedikit rasa kesal.
Sehun hampir terlonjak dari posisi duduknya. Disampingnya kini ada seorang anak
laki-laki yang baru saja melintas dipikirannya.
Jongin.
Anak itu tengah menatapnya datar –seperti biasanya.
“Jongin?” Kali ini tak seperti hari kemarin. Walaupun masih
menunjukan rawut muka datar, tapi setidaknya Jongin mencoba tersenyum membalas
Sehun. Cukup kaku dan terkesan aneh memang. Tapi, dengan sedikit perubahan dari
Jongin tadi, membuat Sehun merasa amat senang. Dia tersenyum cerah kearah
Jongin.
“hei Jongin, kau tak melupakan namaku kan?” Ekspresi Sehun
berubah menjadi berbinar saat mendapati Jongin mengangguk kecil. Hampir saja
bersorak jika tak mengingat ini ditempat umum.
“Berapa umurmu?”
Jongin terlihat berpikir sebentar, sebelum akhirnya menjawab
Sehun dengan terbata-bata. “li-ma be-las” Sehun sempat mengernyitkan dahinya
tapi sedetik kemudian bersorak senang. Ternyata Jongin memang seumur dengannya.
Dia semakin bersemangat mengajak Jongin berbicara. Meskipun Sehun merasa cukup
janggal dengan sikap Jongin, tapi rasa senangnya melebihi apapun saat ini.
Dan sore itu Sehun habiskan dengan bercerita panjang lebar
dengan Jongin sambil menikmati taro bubble tea-nya, sementara Jongin sudah
sedari tadi menghabiskan minuman itu. Sebenarnya hanya Sehun yang bercerita,
sedangkan Jongin hanya diam berusaha menjadi pendengar yang baik.
Sejak sore itulah Sehun dan Jongin menjadi semakin dekat. Mereka
bahkan menghabiskan waktu bersama setiap sorenya di halte, dengan Sehun yang selalu
menceritakan kegiatannya di sekolah dan Jongin yang menjadi pendengar setianya. Dia tidak banyak bicara seperti Sehun untuk itulah
Sehun menyimpulkan mungkin Jongin memang anak yang pendiam. Jongin sangat
menyukai Komik melebihi apapun. Satu lagi, Jongin ternyata juga menyukai taro
bubble tea.
----
Hari sudah gelap dan Sehun baru saja pulang ke rumah.
Hayoung menunggu Sehun diruang tamu seperti biasa, dia cukup cemas karena Sehun
belum juga pulang padahal hari sudah mulai berganti malam. Suara derit pintu
terbuka membuat Hayoung berdiri dan cepat-cepat menuju pintu depan. Sosok Sehun
muncul setelah pintu benar-benar terbuka lebar, dan Hayoung bernapas lega untuk
itu.
“kau sering pulang larut akhir-akhir ini, darimana saja?”
Pertanyaan Hayoung menyambut kedatangan Sehun. Anak itu diam-diam menghela
napas dan menghembuskannya pelan sebelum menjawab berbagai pertanyaan yang akan
dilontarkan kakaknya sebentar lagi.
“tidak berniat menjawab, tuan muda Oh?”
Benar kan?
“seharusnya kau menghubungiku dulu atau Jinyoung oppa
sebelumnya. Kau tau aku pasti khawatir”
Sehun menunduk merasa bersalah. Dia tidak berniat membuat
kakaknya secemas ini. Lagipula, dia sudah cukup umur untuk melakukan segala
halnya sendiri tanpa pengawasan dari siapapun termasuk kakaknya sendiri. Dia
tau betul Hayoung bersikap seperti itu –overprotektif terhadapnya juga untuk
kebaikan Sehun. Tapi Sehun tidak selamanya menjadi anak kecil.
Hayoung menghela napas panjang. Menepuk pelan puncak kepala
Sehun dan berlalu menuju kamarnya tanpa berkata apapun. Mungkin memang salah
memperlakukan Sehun yang sekarang ini layaknya memperlakukan Sehun ketika masih
duduk di sekolah dasar. Tapi, Hayoung pikir itu juga untuk kebaikan Sehun. Sementara
Sehun disana masih bergeming sambil menatap punggung kakaknya dengan perasaan
bersalah.
----
Pagi ini Jongin harus puas berdiam diri seharian di rumah,
juga melewatkan cerita Sehun tentang kegiatan anak itu disekolahnya. Dia tidak
diizinkan sekolah oleh Ibunya karena demam. Sebenarnya hanya demam biasa. Tapi
yang demam saat ini adalah Jongin. Dan Jongin berbeda. Dia bisa saja kehilangan
nyawa jika demamnya luput sedikit saja dari pengawasan dokter.
Jongin berpikir hidupnya sangat tidak adil. Dimana orang
normal lainnya tidak akan jatuh sakit hanya karena terkena hujan. Berbeda
dengannya, jika terkena setetes air hujan saja tubuhnya akan menggigil dan akan
demam dimalam harinya. Seperti saat ini.
Pikiran Jongin mulai tertarik ke masa lalunya, saat dirinya
masih duduk di sekolah dasar. Saat itu awal pertama masuk setelah libur
semester, Jongin seperti biasa diantar menggunakan mobil pribadi ke sekolah.
dia tidak mengerti kenapa supirnya memakai payung dan memayungi Jongin padahal
tidak hujan sama sekali. Hanya embun yang menetes sisa hujan semalam.
Tepat saat pulang sekolah hujan deras mengguyur Seoul kala
itu. dan Jongin kecil ikut menerobos hujan seperti teman-temannya yang lain.
Dia tidak tertawa kala itu, hanya menampilkan rawut muka datar. Namun jauh
didalam hatinya dia bersorak senang. Tidak sampai lima menit, tubuh Jongin
mulai menggigil. Dia meringkuk di tengah guyuran hujan. Hingga akhirnya tak
sadarkan diri. Menurut cerita Ibunya, dia sempat koma beberapa minggu setelah
kejadian itu.
Jongin saat ini sudah beranjak dewasa. Sedikitnya dia sudah mengerti
bagaimana orang normal lainnya berperilaku. Dia sering melihat orang tertawa
bahkan terpingkal tapi dia tidak tau penyebabnya apa. Sebelum akhirnya dia
bertemu dengan Sehun, Jongin semakin mengerti mengapa mereka tertawa. Dia
memperhatikan setiap rawut muka Sehun ketika bercerita padanya, dan dia
menangkap satu penjelasan mengapa orang tertawa. Mereka menemukan sesuatu yang
membahagiakan hati mereka.
Jongin pernah sekali tertawa, bukan tertawa sebenarnya
melainkan hanya tersenyum itupun sangat tipis dan kaku. Itu terjadi pada saat
dia berkenalan resmi dengan Sehun. Saat itu hatinya benar-benar merasa bahagia.
----
Sudah setahun lebih persahabatan Sehun dan Jongin terjalin.
Jongin tau hampir semua tentang Sehun, dimulai dari Sehun tidak menyukai sayuran,
kakak perempuannya yang overprotektif padanya, hukuman disekolah, orang tuanya
yang berada di China, minuman kesukaan Sehun, hal yang di benci Sehun, kejadian
memalukan Sehun, dan masih banyak lagi. Sementara Sehun harus berpuas diri
dengan hanya mengetahui nama lengkap Jongin, minuman kesukaan Jongin, Koleksi
komik Jongin, dan kebiasaan Jongin menunggu jemputannya di halte bus. Jongin
mengatakan dia senang keramaian. Sempat bingung sebenarnya, tapi Sehun sudah
mencoba memahami sifat Jongin. Sehun menyimpulkan, bahwa Jongin memang menyukai
keramaian namun belum bisa memahami sepenuhnya bagaimana dia harus bersikap.
Hal terakhir yang Sehun ketahui tentang Jongin –sahabatnya , Jongin itu berbeda. Tapi itu bukan masalah, Sehun terlanjur nyaman berada di dekat Jongin. Jongin adalah sahabatnya, Jongin adalah saudaranya, dan Jongin adalah tempat curahan hatinya secara tidak sadar. Sejak saat itu Sehun dalam hati berjanji akan terus menjaga Jongin.
Terkadang Jongin akan bertingkah laku seperti anak kecil,
terkadang pula Jongin akan bertingkah layaknya orang dewasa dengan menepuk
pundak Sehun beberapa kali setelah mendengar cerita Sehun tentang hukumannya di
sekolah. Jongin juga terkadang menyebalkan, tidak hanya satu – dua kali dia
mengabaikan Sehun dan lebih memilih membaca komiknya dalam diam. Jongin seperti
membangun dunianya sendiri yang tidak bisa dimasuki orang lain, termasuk
sahabatnya –Sehun sekalipun.
Jongin itu memang berbeda tapi dia tetaplah sahabat Oh
Sehun.
----
Hingga suatu hari Sehun tak lagi menjumpai Jongin di halte
bus. Anak laki-laki itu seperti menghilang dari kehidupan Sehun. Saat itu Sehun
merasa begitu bodoh mengaku sebagai sahabat Jongin sementara dia sama sekali
tidak tau rumah Jongin, dia tidak tau harus menghubungi siapa untuk menanyakan
keadaan Jongin. Dan dia mendapati dirinya kacau setelah Jongin yang tiba-tiba
menghilang.
Setiap hari Sehun pulang larut hanya karena menunggu sosok
Jongin di halte bus, berharap sosok Jongin disana menunggu Sehun seperti
biasanya. Nihil. Sampai saat ini Sehun tidak tau keberadaan Jongin dan
bagaimana kabarnya.
Sehun seperti kehilangan sebagian hidupnya. Dia tidak lagi
seceria biasanya, dia lebih banyak diam. Hayoung sempat cemas dengan perubahan
sikap Sehun yang drastis, dia sempat putus asa karena Sehun terlihat tidak
ingin menceritakan apapun padanya. Tapi seiring berjalannya waktu, Sehun mulai
menceritakan tentang sosok Jongin padanya. Baru Hayoung dapat bernapas lega
walaupun masih sedikit cemas.
Dua bulan penuh Sehun tidak bertemu dengan Jongin. Dan dia
sama sekali belum bisa melupakan sosok sahabatnya itu sedikitpun. Tepat sebelum
akhirnya tanggal 14 Januari 2009 Sehun menemukan sosok Jongin di halte biasa
sambil tersenyum hangat padanya. Sehun tersenyum lebar membalasnya. Dia hampir
meneteskan air mata saking menahan rindu pada Jongin. Dia tidak tau mengapa
dirinya bisa memeluk erat tubuh Jongin di hadapan orang banyak seperti ini,
tapi Sehun tidak meperdulikannya. Yang dia perdulikan saat ini hanya keadaan
Jongin.
“Yak, Kim Jongin! Kau itu kemana saja?” sehun memekik kesal,
sementara Jongin terlihat merasa bersalah.
“ma-af” Jongin menunduk dalam. Sehun yang melihat Jongin
yang tengah menahan tangis hanya tersenyum lembut.
“Lain kali, kabari aku jika ingin menghilang”
Dan sore itu pun mereka habiskan –masih dengan Sehun yang
bercerita panjang lebar tentang kesehariannya selama Jongin menghilang, dan
Jongin akan selalu menjadi pendengar Sehun yang terbaik. Cerita Sehun berakhir
dengan dia yang menertawakan betapa menyedihkan dirinya saat Jongin menghilang. Jongin hanya terkekeh. Sehun berhenti tertawa dan memperhatikan
Jongin yang masih terkekeh. Matanya beralih menatap lekat tubuh Jongin. Dia
merasa ada yang berbeda dari tubuh sahabatnya itu. Jongin terlihat lebih kurus,
juga sejak kapan kulit Jongin begitu pucat? Rahang Jongin yang juga semakin
tirus. Sehun memantapkan hatinya untuk tidak berpikir yang tidak-tidak. Jongin
pasti akan baik-baik saja. Kali ini Sehun tidak akan membiarkan Jongin
menghilang lagi dari kehidupannya. Itu tekad Sehun.
“Oh ya Jongin, ini sudah malam. Aku harus segera pulang
sebelum Hayoung noona memarahiku. Kau tidak apa-apa kan?” Meskipun Jongin
menjawabnya dengan angukan pasti tapi Sehun tidak yakin dengan itu. Setelah
meyakinkan dirinya bahwa Jongin akan baik-baik saja, dengan berat hati Sehun
harus menaiki bus yang saat itu tiba. Sebenarnya Sehun masih ingin menemani
Jongin sampai jemputan Jongin datang tapi ini adalah bus terakhir yang menuju
blok rumahnya.
“Se-hun! Teri-ma ka-sih” Sehun berbalik dan tersenyum lebar.
Hingga akhirnya dia memutuskan untuk cepat menaiki bus sebelum angkutan umum
itu berlalu meninggalkannya. Tangannya melambai ke arah Jongin, sementara
Jongin hanya menatapnya dengan bingung sebelum akhirnya melambaikan tangan juga
pada Sehun.
Jongin menurunkan tangannya perlahan, dan terus menatap bus
yang ditumpangi Sehun dengan lirih. Mobil jemputan yang sedari tadi diam tak
jauh dari halte sudah berada di depannya. Sebelum Jongin masuk ke dalam mobil,
dia merasakan sesuatu berdenyut dikepalanya. Terasa sangat sakit sampai-sampai
dia merintih cukup keras. Sedetik kemudian, semua tulang di tubuhnya serasa
dilolosi dan tidak mampu menompang bobot tubuhnya sendiri. Jongin tidak tau
mengapa hatinya seberat ini jika harus menutup mata. Dia hanya mampu menangis
sambil meringkuk memeluk tubuhnya yang terasa sakit dan dingin. Suara teriakan
supirnya terdengar memanggil namanya, terakhir adalah bayangan wajah Sehun yang
sedang tersenyum melintas di dimatanya sebelum Jongin sepenuhnya terlelap dalam
gelap.
----
14 January 2010
Seoul, Korea Selatan.
Hari ini adalah hari peringatan kematian Jongin yang ke 365 hari. Upacara peringatan sudah berakhir sejak satu jam yang lalu, dan sosok
Sehun masih setia berdiri di samping pemakaman dengan nisan bertuliskan Kim
Jongin disana. Kepergian Jongin setahun yang lalu sangat membuatnya terpukul. Dia
merasa bersalah karena tidak bisa menepati janji pada hatinya sendiri untuk
menjaga Jongin. Dia menyesal karena saat itu, Sehun sama
sekali tidak mengucapkan selamat ulang tahun pada Jongin. Ulang tahun Jongin yang
terakhir dalam hidupnya.
Selama ini Sehun sudah merasa sempurna dengan hidupnya,
namun tak sesempurna sebelum dia bertemu dengan Jongin yang sejak saat itu menjadi
sahabatnya hingga detik ini pun. Jongin yang ternyata hidup sebagai anak yang
berbeda, dia mampu bertahan dalam keadaan cacat mental yang dideritanya sejak dia lahir juga keadaan fisiknya
yang lemah namun terlihat sangat kuat karena keteguhan hatinya mampu menarik Sehun
kedalam dunia Jongin yang lain. Sehun merasa Jongin yang memiliki kesempurnaan sehingga
dia pun merasa sempurna memiliki sahabat seperti Jongin.
Terima kasih, Jongin.
Kisah persahabatan mereka benar-benar sederhana. Mereka tak
memerlukan waktu yang sangat lama hanya untuk memahami satu sama lain hingga
akhirnya menjadi sepasang sahabat. Jongin tidak menyangka hidupnya akan
sebahagia ini setelah bertemu dengan Oh Sehun dan Sehun sama sekali tak pernah menyesal megenal Jongin, selamanya Jongin akan menjadi sahabat terbaik bagi Sehun.
***
