March 2014

Thursday, 20 March 2014

[EXO FF] Haru Haru – Oneshot





Title: Haru Haru

Author : kaiwifey

Cast :     Oh Sehun | Kim Jongin


Rating : PG            
         
Length : Oneshot

Genre : Friendship


Author’s note : Ini FF pertamaku yang bergenre friendship. Mudah-mudahan tidak mengecewakan ya. Aku gatau ini terinspirasi dari apa, mungkin saking merindukan Sehun-Kai moment :3 maaf untuk typo yang bertebaran. Selamat membaca.

Disclaimer : Cast belong to God, their parents and SM. But this story and plot is mine! Don’t be a Plagiarism! Thankyou <3

Happy Reading...


Haru Haru

Kisah ini adalah sebuah cerita sederhana tentang persahabatan antara Sehun dan Jongin, yang membuat mereka terasa sempurna karena kebahagiaan masing-masing dari mereka adalah sahabat mereka sendiri.

–Jongin memang berbeda tapi dia tetaplah sahabat Oh Sehun –

----

Tiga tahun lalu, tepatnya 9 November 2007. Kisah mereka dimulai, diawali dengan ketidak sengajaan Sehun yang menabrak Jongin di halte bus. Dia mengetahui nama Jongin dari name tag anak laki-laki itu. Merasa bersalah Sehun pada akhirnya meminta maaf pada Jongin, walaupun tak mendapat respon apapun dari laki-laki berkulit tan itu selain rawut muka datar yang di dapati Sehun. Beberapa hari setelahnya, mereka seperti ditakdirkan untuk bertemu setiap sorenya di halte. Tentu dengan kecerobohan Sehun yang –lagi menabrak Jongin. Beberapa kali bertemu dengan insiden yang sama pula, tak lantas membuat Jongin marah atau sekedar menegur Sehun untuk lebih berhati-hati. Alih-alih Jongin hanya diam, sekilas melirik kearah Sehun dan kembali fokus dengan komik di tangannya.

Keesokan harinya, Sehun masih bertemu dengan Jongin di halte bus yang sama. Tetapi kali ini tidak dengan insiden bertabrakan lagi. Sepertinya Sehun sudah lebih berhati-hati. Tapi sebenarnya, dia sudah merencanakan hal ini dari hari kemarin. Dia berlatih keras agar lebih berhati-hati ketika berlari, memerhatikan sekitar ketika sedang berjalan dan juga, berlatih berbicara ketika nanti berhadapan dengan Jongin. Iya, dia sangat konyol tapi inilah Sehun. Dia tipe anak muda yang cenderung selalu ingin tau. Contohnya saja, dia berpikir keras mengapa Jongin memiliki rawut muka sedatar itu. Bagaimana rawut muka Jongin ketika tersenyum? Dan berbagai hal lainnya yang membuatnya penasaran. Dan kali ini yang menjadi objek sepenuhnya adalah Jongin. Anak laki-laki yang menurutnya cukup misterius.

Maka hari ini Sehun sudah menyiapkan diri agar berkenalan lebih jauh dengan Jongin, setidaknya dia bisa mengetahui berapa umur Jongin. Tekad kuat sudah diembannya dari beberapa saat yang lalu sebelum akhirnya Sehun menghampiri Jongin yang –lagi sedang membaca sebuah komik. Oh, komik Bleach hari ini. Sehun bergumam dalam hati.

Jantung Sehun memacu dengan cepat. Dia tidak tau mengapa bisa seperti itu, yang jelas dia masih normal dan tidak mungkin menyukai Jongin. Sehun meringis.

“ehm, hai” deheman pelan nan sapaan singkat keluar dari mulut Sehun. Beberapa detik menunggu dan Jongin sama sekali tak mengindahkan sapaan Sehun yang dengan susah payah dia ucapkan.

“namamu Jongin, kan?. Aku Sehun” Degup jantung Sehun melambat sesaat ketika Jongin akhirnya menoleh padanya. Seperti gerakan slow motion, turut juga mengundang keringat yang membasahi dahi Sehun.

Hening terjadi diantara mereka. Hingga akhirnya hujan yang cukup lebat mengguyur kota Seoul sore itu. jongin tak juga membalas, hanya menatap kearah Sehun dengan pandangan datar. Ditempatnya Sehun mati-matian menahan rasa malu yang entah bagaimana bisa membuat perutnya mual seketika.

“ah, aku meganggumu ya? Maaf” pada akhirnya Sehun menyerah di sore itu. usahanya sia-sia mengajak Jongin berbicara. Kenyataannya anak laki-laki itu terlihat sama sekali tak berminat menjawabnya.

Sehun berjalan kembali ke tempat duduknya sambil menunduk. Beberapa menit berlalu dan akhirnya bus yang ditunggu Sehun datang, membawa anak laki-laki berkulit seputih susu itu menjauh dari pandangan Jongin.

Yah, Jongin terus memperhatikan Sehun sejak anak laki-laki itu kembali ke tempat duduknya sambil menunduk. Dalam hati Jongin merasa senang karena masih ada seseorang yang ingin berbicara padanya. Meski pada kenyataannya hal itu pula yang membuatnya seperti menelan pil pahit, karena dia harus menerima kenyataan jika dia memang berbeda dari yang lainnya.

Hujan lebat sudah berhenti hanya menyisakan rintiknya yang mulai berjarak hingga menjadi tetesan-tetesan air yang berjatuhan dari atap halte. Awan yang tadinya berwarna gelap sudah kembali berwarna biru – putih dan sedikit demi sedikit ditambah dengan arakan warna jingga kemerahan dari arah barat, tanda hari sudah mulai gelap. Jarum jam di tengah kota yang Jongin lihat sudah menunjukan pukul enam sore. Jadwal pemberhentian bus hari ini berakhir dan Jongin masih menunggu disana.

Tak lama setelah itu, BMW berwarna hitam mengkilap berhenti di depan halte. Seorang pria dengan stelan jas formal keluar sambil membawa payung padahal hujan sudah lama berhenti. Jongin menatap pria itu sebentar sebelum akhirnya menutup komik yang dia baca dan berjalan memasuki mobil mewah itu dengan iringan pria berjas dengan payung tadi.

Mobil melaju dengan pelan. Membawa Jongin  kembali pulang kerumah, sekaligus menarik Jongin dari harapan semunya.

Harapan seorang Kim Jongin untuk bisa sama dengan mereka. Juga, Sehun.

----

Sehun kembali kerumah dengan keadaan cukup basah akibat berlari dari pemberhentian bus menuju rumahnya. Sepanjang jalan dia mengeluh soal Jongin tadi. Bahkan ketika dirinya memasuki area ruang tamu dimana seorang perempuan kini tengah memandangnya heran.

“Sehun?” Perempuan tadi berinisiatif menegur Sehun terlebih dulu karena sepertinya Sehun tidak menyadari keberadaannya.

“eh? Ada apa, noona?”

Oh Hayoung –kakak Sehun menggelengkan kepala pelan. Dia menghampiri sosok adik satu-satunya itu, lantas mengusap air hujan yang membasahi rambut adiknya dengan lembut.

“wajahmu terlihat masam, apa ada yang terjadi?” Sehun bungkam, apa dia harus menceritakan kejadian memalukan tadi?

“tidak ada noona, aku hanya lelah karena hari ini banyak tugas” jawabannya tentu saja tidak. Dia sudah tau tabiat kakak perempuannya itu. walaupun terlihat lembut, dia sebenarnya orang yang jahil. Sehun tidak mau menjadi bahan tertawaan jika dia menceritakan kejadian tadi pada noonanya.

“oke, aku mengerti. Sekarang kau istirahat sana” Sehun hanya mengangguk dan memberikan senyuman manis pada kakaknya sebelum dirinya menaiki tangga menuju kamarnya dilantai dua.

Oh Sehun hanya tinggal bertiga dengan kakaknya –Oh Hayoung dan kakak iparnya di Seoul, Korea Selatan. Orang tuanya memilih menjalankan bisnis di China. Meskipun mereka sudah membujuk Sehun untuk ikut ke China namun Sehun selalu menolak. Dengan alasan dia tidak akan bisa bergaul karena dia sama sekali tak mengerti apa yang mereka bicarakan. Alasan yang cukup logis, menurutnya.

Sehun sendiri saat ini sudah berusia 15 tahun. Bersekolah di salah satu sekolah menengah pertama swasta di kawasan Seoul. Untuk itu dia memilih menggunakan bus daripada harus diantar jemput oleh kakak iparnya yang bekerja di daerah Busan. Alasannya, tidak ingin merepotkan tentu saja.

Berguling kesana kemari diatas kasur, menjadi kegiatan Sehun hari ini. Dia memang tipe anak rumahan, tidak suka menghabiskan waktunya di luar rumah atau bersenang-senang bersama teman-temannya, dia lebih memilih bermain playstation seharian penuh. Tapi tidak hari minggu kali ini, dia merasa bosan setengah mati.

Untuk itu Sehun memilih untuk keluar rumah sebentar, membeli minuman favoritenya. Bubble tea. Dia sudah bersiap, memakai pakaian santai seperti remaja kebanyakan. Sehun menuruni tangga dengan berlari kecil, membuat Hayoung mengalihkan fokusnya pada Sehun. Dia mengabaikan siaran tv drama kesukaannya dan memilih mengamati penampilan adiknya.

“kau akan pergi kemana?”

“membeli bubble tea, hanya sebentar. Bye noona”

Setelah berpamitan pada noonanya Sehun pun berjalan keluar rumah menuju halte bus yang terhalang dua – tiga rumah kearah barat.

Sehun melirik arlojinya, jarum pendeknya menunjuk pada angka satu, sedangkan jarum panjangnya pada angka tiga. Pukul satu lebih lima belas menit. Sehun sudah membeli dua gelas taro bubble tea kesukaannya. Saat ini dia sedang  menunggu bus di halte.

Pikirannya melayang pada kejadian kemarin sore, insiden memalukan dirinya. Sebenarnya tidak cukup memalukan jika mengingat mungkin tidak ada yang memperhatikan dirinya saat mengajak Jongin bicara. Omong-omong mengenai Jongin, bagaimana kabar anak itu?

Cukup lama menatap awan yang bergerak lambat diatas sana, Sehun tidak menyadari jika ada seseorang yang duduk tepat di sampingnya. Merasa kesal karena diabaikan, seseorang itu menarik ujung kaos lengan Sehun perlahan. Membuat Sehun mau tak mau mengalihkan perhatiannya dengan sedikit rasa kesal. Sehun hampir terlonjak dari posisi duduknya. Disampingnya kini ada seorang anak laki-laki yang baru saja melintas dipikirannya.

Jongin.

Anak itu tengah menatapnya datar –seperti biasanya.

“Jongin?” Kali ini tak seperti hari kemarin. Walaupun masih menunjukan rawut muka datar, tapi setidaknya Jongin mencoba tersenyum membalas Sehun. Cukup kaku dan terkesan aneh memang. Tapi, dengan sedikit perubahan dari Jongin tadi, membuat Sehun merasa amat senang. Dia tersenyum cerah kearah Jongin.

“hei Jongin, kau tak melupakan namaku kan?” Ekspresi Sehun berubah menjadi berbinar saat mendapati Jongin mengangguk kecil. Hampir saja bersorak jika tak mengingat ini ditempat umum.

“Berapa umurmu?”

Jongin terlihat berpikir sebentar, sebelum akhirnya menjawab Sehun dengan terbata-bata. “li-ma be-las” Sehun sempat mengernyitkan dahinya tapi sedetik kemudian bersorak senang. Ternyata Jongin memang seumur dengannya. Dia semakin bersemangat mengajak Jongin berbicara. Meskipun Sehun merasa cukup janggal dengan sikap Jongin, tapi rasa senangnya melebihi apapun saat ini.

Dan sore itu Sehun habiskan dengan bercerita panjang lebar dengan Jongin sambil menikmati taro bubble tea-nya, sementara Jongin sudah sedari tadi menghabiskan minuman itu. Sebenarnya hanya Sehun yang bercerita, sedangkan Jongin hanya diam berusaha menjadi pendengar yang baik.

Sejak sore itulah Sehun dan Jongin menjadi semakin dekat. Mereka bahkan menghabiskan waktu bersama setiap sorenya di halte, dengan Sehun yang selalu menceritakan kegiatannya di sekolah dan Jongin yang menjadi pendengar setianya. Dia tidak banyak bicara seperti Sehun untuk itulah Sehun menyimpulkan mungkin Jongin memang anak yang pendiam. Jongin sangat menyukai Komik melebihi apapun. Satu lagi, Jongin ternyata juga menyukai taro bubble tea.

----

Hari sudah gelap dan Sehun baru saja pulang ke rumah. Hayoung menunggu Sehun diruang tamu seperti biasa, dia cukup cemas karena Sehun belum juga pulang padahal hari sudah mulai berganti malam. Suara derit pintu terbuka membuat Hayoung berdiri dan cepat-cepat menuju pintu depan. Sosok Sehun muncul setelah pintu benar-benar terbuka lebar, dan Hayoung bernapas lega untuk itu.

“kau sering pulang larut akhir-akhir ini, darimana saja?” Pertanyaan Hayoung menyambut kedatangan Sehun. Anak itu diam-diam menghela napas dan menghembuskannya pelan sebelum menjawab berbagai pertanyaan yang akan dilontarkan kakaknya sebentar lagi.

“tidak berniat menjawab, tuan muda Oh?”

Benar kan?

“seharusnya kau menghubungiku dulu atau Jinyoung oppa sebelumnya. Kau tau aku pasti khawatir”
Sehun menunduk merasa bersalah. Dia tidak berniat membuat kakaknya secemas ini. Lagipula, dia sudah cukup umur untuk melakukan segala halnya sendiri tanpa pengawasan dari siapapun termasuk kakaknya sendiri. Dia tau betul Hayoung bersikap seperti itu –overprotektif terhadapnya juga untuk kebaikan Sehun. Tapi Sehun tidak selamanya menjadi anak kecil.

Hayoung menghela napas panjang. Menepuk pelan puncak kepala Sehun dan berlalu menuju kamarnya tanpa berkata apapun. Mungkin memang salah memperlakukan Sehun yang sekarang ini layaknya memperlakukan Sehun ketika masih duduk di sekolah dasar. Tapi, Hayoung pikir itu juga untuk kebaikan Sehun. Sementara Sehun disana masih bergeming sambil menatap punggung kakaknya dengan perasaan bersalah.

----

Pagi ini Jongin harus puas berdiam diri seharian di rumah, juga melewatkan cerita Sehun tentang kegiatan anak itu disekolahnya. Dia tidak diizinkan sekolah oleh Ibunya karena demam. Sebenarnya hanya demam biasa. Tapi yang demam saat ini adalah Jongin. Dan Jongin berbeda. Dia bisa saja kehilangan nyawa jika demamnya luput sedikit saja dari pengawasan dokter.

Jongin berpikir hidupnya sangat tidak adil. Dimana orang normal lainnya tidak akan jatuh sakit hanya karena terkena hujan. Berbeda dengannya, jika terkena setetes air hujan saja tubuhnya akan menggigil dan akan demam dimalam harinya. Seperti saat ini.

Pikiran Jongin mulai tertarik ke masa lalunya, saat dirinya masih duduk di sekolah dasar. Saat itu awal pertama masuk setelah libur semester, Jongin seperti biasa diantar menggunakan mobil pribadi ke sekolah. dia tidak mengerti kenapa supirnya memakai payung dan memayungi Jongin padahal tidak hujan sama sekali. Hanya embun yang menetes sisa hujan semalam.

Tepat saat pulang sekolah hujan deras mengguyur Seoul kala itu. dan Jongin kecil ikut menerobos hujan seperti teman-temannya yang lain. Dia tidak tertawa kala itu, hanya menampilkan rawut muka datar. Namun jauh didalam hatinya dia bersorak senang. Tidak sampai lima menit, tubuh Jongin mulai menggigil. Dia meringkuk di tengah guyuran hujan. Hingga akhirnya tak sadarkan diri. Menurut cerita Ibunya, dia sempat koma beberapa minggu setelah kejadian itu.

Jongin saat ini sudah beranjak dewasa. Sedikitnya dia sudah mengerti bagaimana orang normal lainnya berperilaku. Dia sering melihat orang tertawa bahkan terpingkal tapi dia tidak tau penyebabnya apa. Sebelum akhirnya dia bertemu dengan Sehun, Jongin semakin mengerti mengapa mereka tertawa. Dia memperhatikan setiap rawut muka Sehun ketika bercerita padanya, dan dia menangkap satu penjelasan mengapa orang tertawa. Mereka menemukan sesuatu yang membahagiakan hati mereka.

Jongin pernah sekali tertawa, bukan tertawa sebenarnya melainkan hanya tersenyum itupun sangat tipis dan kaku. Itu terjadi pada saat dia berkenalan resmi dengan Sehun. Saat itu hatinya benar-benar merasa bahagia.

----

Sudah setahun lebih persahabatan Sehun dan Jongin terjalin. Jongin tau hampir semua tentang Sehun, dimulai dari Sehun tidak menyukai sayuran, kakak perempuannya yang overprotektif padanya, hukuman disekolah, orang tuanya yang berada di China, minuman kesukaan Sehun, hal yang di benci Sehun, kejadian memalukan Sehun, dan masih banyak lagi. Sementara Sehun harus berpuas diri dengan hanya mengetahui nama lengkap Jongin, minuman kesukaan Jongin, Koleksi komik Jongin, dan kebiasaan Jongin menunggu jemputannya di halte bus. Jongin mengatakan dia senang keramaian. Sempat bingung sebenarnya, tapi Sehun sudah mencoba memahami sifat Jongin. Sehun menyimpulkan, bahwa Jongin memang menyukai keramaian namun belum bisa memahami sepenuhnya bagaimana dia harus bersikap.

Hal terakhir yang Sehun ketahui tentang Jongin –sahabatnya , Jongin itu berbeda. Tapi itu bukan masalah, Sehun terlanjur nyaman berada di dekat Jongin. Jongin adalah sahabatnya, Jongin adalah saudaranya, dan Jongin adalah tempat curahan hatinya secara tidak sadar. Sejak saat itu Sehun dalam hati berjanji akan terus menjaga Jongin.

Terkadang Jongin akan bertingkah laku seperti anak kecil, terkadang pula Jongin akan bertingkah layaknya orang dewasa dengan menepuk pundak Sehun beberapa kali setelah mendengar cerita Sehun tentang hukumannya di sekolah. Jongin juga terkadang menyebalkan, tidak hanya satu – dua kali dia mengabaikan Sehun dan lebih memilih membaca komiknya dalam diam. Jongin seperti membangun dunianya sendiri yang tidak bisa dimasuki orang lain, termasuk sahabatnya –Sehun sekalipun.

Jongin itu memang berbeda tapi dia tetaplah sahabat Oh Sehun.

----

Hingga suatu hari Sehun tak lagi menjumpai Jongin di halte bus. Anak laki-laki itu seperti menghilang dari kehidupan Sehun. Saat itu Sehun merasa begitu bodoh mengaku sebagai sahabat Jongin sementara dia sama sekali tidak tau rumah Jongin, dia tidak tau harus menghubungi siapa untuk menanyakan keadaan Jongin. Dan dia mendapati dirinya kacau setelah Jongin yang tiba-tiba menghilang.

Setiap hari Sehun pulang larut hanya karena menunggu sosok Jongin di halte bus, berharap sosok Jongin disana menunggu Sehun seperti biasanya. Nihil. Sampai saat ini Sehun tidak tau keberadaan Jongin dan bagaimana kabarnya.

Sehun seperti kehilangan sebagian hidupnya. Dia tidak lagi seceria biasanya, dia lebih banyak diam. Hayoung sempat cemas dengan perubahan sikap Sehun yang drastis, dia sempat putus asa karena Sehun terlihat tidak ingin menceritakan apapun padanya. Tapi seiring berjalannya waktu, Sehun mulai menceritakan tentang sosok Jongin padanya. Baru Hayoung dapat bernapas lega walaupun masih sedikit cemas.

Dua bulan penuh Sehun tidak bertemu dengan Jongin. Dan dia sama sekali belum bisa melupakan sosok sahabatnya itu sedikitpun. Tepat sebelum akhirnya tanggal 14 Januari 2009 Sehun menemukan sosok Jongin di halte biasa sambil tersenyum hangat padanya. Sehun tersenyum lebar membalasnya. Dia hampir meneteskan air mata saking menahan rindu pada Jongin. Dia tidak tau mengapa dirinya bisa memeluk erat tubuh Jongin di hadapan orang banyak seperti ini, tapi Sehun tidak meperdulikannya. Yang dia perdulikan saat ini hanya keadaan Jongin.

“Yak, Kim Jongin! Kau itu kemana saja?” sehun memekik kesal, sementara Jongin terlihat merasa bersalah.

“ma-af” Jongin menunduk dalam. Sehun yang melihat Jongin yang tengah menahan tangis hanya tersenyum lembut.

“Lain kali, kabari aku jika ingin menghilang”

Dan sore itu pun mereka habiskan –masih dengan Sehun yang bercerita panjang lebar tentang kesehariannya selama Jongin menghilang, dan Jongin akan selalu menjadi pendengar Sehun yang terbaik. Cerita Sehun berakhir dengan dia yang menertawakan betapa menyedihkan dirinya saat Jongin menghilang. Jongin hanya terkekeh. Sehun berhenti tertawa dan memperhatikan Jongin yang masih terkekeh. Matanya beralih menatap lekat tubuh Jongin. Dia merasa ada yang berbeda dari tubuh sahabatnya itu. Jongin terlihat lebih kurus, juga sejak kapan kulit Jongin begitu pucat? Rahang Jongin yang juga semakin tirus. Sehun memantapkan hatinya untuk tidak berpikir yang tidak-tidak. Jongin pasti akan baik-baik saja. Kali ini Sehun tidak akan membiarkan Jongin menghilang lagi dari kehidupannya. Itu tekad Sehun.

“Oh ya Jongin, ini sudah malam. Aku harus segera pulang sebelum Hayoung noona memarahiku. Kau tidak apa-apa kan?” Meskipun Jongin menjawabnya dengan angukan pasti tapi Sehun tidak yakin dengan itu. Setelah meyakinkan dirinya bahwa Jongin akan baik-baik saja, dengan berat hati Sehun harus menaiki bus yang saat itu tiba. Sebenarnya Sehun masih ingin menemani Jongin sampai jemputan Jongin datang tapi ini adalah bus terakhir yang menuju blok rumahnya.

“Se-hun! Teri-ma ka-sih” Sehun berbalik dan tersenyum lebar. Hingga akhirnya dia memutuskan untuk cepat menaiki bus sebelum angkutan umum itu berlalu meninggalkannya. Tangannya melambai ke arah Jongin, sementara Jongin hanya menatapnya dengan bingung sebelum akhirnya melambaikan tangan juga pada Sehun.

Jongin menurunkan tangannya perlahan, dan terus menatap bus yang ditumpangi Sehun dengan lirih. Mobil jemputan yang sedari tadi diam tak jauh dari halte sudah berada di depannya. Sebelum Jongin masuk ke dalam mobil, dia merasakan sesuatu berdenyut dikepalanya. Terasa sangat sakit sampai-sampai dia merintih cukup keras. Sedetik kemudian, semua tulang di tubuhnya serasa dilolosi dan tidak mampu menompang bobot tubuhnya sendiri. Jongin tidak tau mengapa hatinya seberat ini jika harus menutup mata. Dia hanya mampu menangis sambil meringkuk memeluk tubuhnya yang terasa sakit dan dingin. Suara teriakan supirnya terdengar memanggil namanya, terakhir adalah bayangan wajah Sehun yang sedang tersenyum melintas di dimatanya sebelum Jongin sepenuhnya terlelap dalam gelap.

----

14 January 2010
Seoul, Korea Selatan.

Hari ini adalah hari peringatan kematian Jongin yang ke 365 hari. Upacara peringatan sudah berakhir sejak satu jam yang lalu, dan sosok Sehun masih setia berdiri di samping pemakaman dengan nisan bertuliskan Kim Jongin disana. Kepergian Jongin setahun yang lalu sangat membuatnya terpukul. Dia merasa bersalah karena tidak bisa menepati janji pada hatinya sendiri untuk menjaga Jongin. Dia menyesal karena saat itu, Sehun sama sekali tidak mengucapkan selamat ulang tahun pada Jongin. Ulang tahun Jongin yang terakhir dalam hidupnya.

Selama ini Sehun sudah merasa sempurna dengan hidupnya, namun tak sesempurna sebelum dia bertemu dengan Jongin yang sejak saat itu menjadi sahabatnya hingga detik ini pun. Jongin yang ternyata hidup sebagai anak yang berbeda, dia mampu bertahan dalam keadaan cacat mental yang dideritanya sejak dia lahir juga keadaan fisiknya yang lemah namun terlihat sangat kuat karena keteguhan hatinya mampu menarik Sehun kedalam dunia Jongin yang lain. Sehun merasa Jongin yang memiliki kesempurnaan sehingga dia pun merasa sempurna memiliki sahabat seperti Jongin.

Terima kasih, Jongin.

Kisah persahabatan mereka benar-benar sederhana. Mereka tak memerlukan waktu yang sangat lama hanya untuk memahami satu sama lain hingga akhirnya menjadi sepasang sahabat. Jongin tidak menyangka hidupnya akan sebahagia ini setelah bertemu dengan Oh Sehun dan Sehun sama sekali tak pernah menyesal megenal Jongin, selamanya Jongin akan menjadi sahabat terbaik bagi Sehun.

***