2011

Thursday, 29 December 2011

-About Feeling- A short Story


Hari sudah mulai petang. Matahari pun kian berangsur kembali ke peraduannya. Sama seperti gadis ini yang mulai beringsut kembali kedalam kamarnya. Langit memang sedikit gelap, nampaknya hujan akan mengguyur kota jakarta malam ini. Setelah menutup jendela balkonnya, segera ia baringkan tubuh kurusnya di kasur yang bergambar stich. Matanya memejam dengan sedikit pijatan dibagian pelipis oleh jarinya, sedikit menghilangkan penat dan juga lelah yang menggelayutinya sepanjang hari ini. Tapi jika dipikirkan lagi, bukankah sepanjang hari tadi ia tidak melakukan kegiatahn apapun kan? Mengapa bisa selelah ini rasanya?.


"ahh masa bodo deh! Palingan nih penyakit makin parah" gumam gadis tadi. Merasa kepalanya mulai meringan, dirubahnya posisi tubuhya tadi menjadi duduk di atas kasurnya, memeluk lututnya dengan mata yang terus menatap kelangit-langit kamarnya. Tidak ada yang menarik memang bagi orang lain. Tapi entah mengapa kali ini langit kamarnya begitu menarik dilihat dibandingkan harus memikirkan ketika ia terbangun esok pagi yang jelas-jelas akan menjadi hari yang sangat membosankn -lagi-. Hah mengingat hal itu, membuatnya menghela nafas bosan. Apa harus seperti ini setiap harinya?, apa ia tidak pantas melakukan hal-hal yang menjadi rutinitas remaja seusianya yang menikmati nakalnya masa remaja. Bagaimana rasanya mempunyai banyak teman, rasanya mempunyai pacar dan bagaimana keadaan diluar sana? Apakah indah? Apakah tidak akan membosankan seperti dikerangkanya –rumah- ini? Bagaimana? Bagaimana? Dan bagaimana?.
Mungkin itu yang selalu ia ucapkan ketika mengingat bagaimana ia hidup seperti ini dibandingkan dengan hidupnya jika bebas. Mewah? Tentu. Bagi pelayan-pelayan dirumahnya ia sangat diistimewakan. Tapi apa ke2 orang tuanya beranggapan seperti itu?? Mungkin saja. Buktinya, ia ingin bermain dihalaman rumah saja harus ditemani pelayan-pelayan! Menyenangkan, tapi sekaligus memuakan! Jika boleh memilih, ia akan dengan senang hati dilahirkan dikeluarga yang berderajat sedang bahkan rendah. Tapi ia bisa menikmati hidupnya, merasakan bagaimana ia diperlakukan diluar sana. Akankah sama dengan apa yang dilakukan oleh pelayan-pelayan dirumahnya?. Atau bahkan memilih mati? Jika memang perlu seperti itu, apa boleh buat.


"aaah ify!! Apa yg barusan kamu pikirin sih? Masa iya milih mati dari pada harus hidup kayak gini? Sangat lucu sekali" gadis itu -ify- meracau tidak jelas. Bodoh!!


"harusnya aku bersyukur masih punya nyawa. Ngapain mau mati coba?" gumamnya lagi, matanya menatap sayu kesetiap barang yang teronggok rapi di kamarnya.


"yaaah walaupun hidupku harus menyebalkan seperti ini" dengusnya. Perlahan cairan bening itu meluncur membentuk sungai kecil dipipi tirusnya. Apa ini puncak klimaks kesabarannya? Apa iya ini memang harus segera diakhiri?


"sebentar lagi juga aku bakal matikan? Haha" selanjutnya ia tertawa miris. Mungkin malam ini ia akan membiarkan sungai kecil itu mengalir semaunya. Rasanya memang lelah jika harus berpura-pura tegar lebih lama lagi.

***

Pagi yang indah nan cerah setelah hujan yang semalam mengguyur kota jakarta. Sibulat kuning nampaknya sudah segar kembali dan siap menjalankan tugasnya sebagai dewa surya untuk hari ini.


"heeiiii rioooo! Lo mau kemanaaa lagi??? Jangan pake mobil gue! Lo juga punya mobil sendiri kan?" teriak seorang pria dari dalam sebuah rumah, cukup besar dengan halaman yang cukup luas, dan gerbang yang menjulang tinggi. Di pinggir gerbang itu tertera sebuah huruf yang nampaknya nama marga keluarga pemilik rumah besar ini. H untuk Haling.


"gue cuma minjem sebentar!! Gak bakal lamaa!! gue janji!" sahutan rio menghilang dari pendengaran pria tadi disusul dengan deru laju mobilnya yg naas karena ia gagal menghentikan aksi adiknya -rio- tadi. Ia menghela nafas, ini memang bukan sekali - dua kali. Bahkan sudah menjadi kebiasaan setiap harinya.


"awas aja kalau dia balik, bakal gue tagih uang bensinnya-_-" gerutunya, kemudian berlalu menuju ruang makan untuk sarapan.


"bi, papa mana?"


"pagi den gabriel. mmh, tuan sudah berangkat pagi-pagi sekali"


"mau kemana lagi dia bi?"


"kata tuan, beliau akan pergi ke australia untuk urusan bisnis"


"berapa lama?"


"katanya satu minggu den”


Gabriel menatap priringnya kosong sebentar. Setelah memastikan tuan mudanya ini selesai bertanya, bi sum pun memilih kembali kebelakang menyelesaikan pekerjaannya.


“permisi den”


Gabriel mengangguk saja.


"kapan dia akan dirumah? Tidak bosan apa keluar negeri terus?" gabriel mendengus sebal. Tapi hanya sebentar, setelah itu ia segera menyantap menu sarapannya pagi ini. Roti selai kacang.

***

Lagu Make it mine dari Jason Mraz berdentum di dalam mobil sport merah ini. Diiringi gerakan kepala kekanan dan kekiri sang pengemudi. Sesekali ikut menyanyi dengan sebelah tangan yang diketukkan pada stir mobilnya.


"haha, kena lagi lo yel. Asik juga tiap hari pake Mobil gabriel. Gratis bensin sih! Haha" rio -pengemudi tadi- tertawa pelan melihat ekspresi pasrah gabriel yang selalu saja gagal mencegahnya untuk tak memakai mobil gabriel lagi.


"hari ini kemana yah?" rio berpikir keras. Setelah mendapat ilham ia akan pergi kemana. Segera saja ia pacu mobilnya -tepatnya mobil gabriel- dengan kecepatan lebih tinggi lagi.

***

Hari ini tidak ada yang istimewa yang dilakukan ify. Hanya duduk dikamar, menonton tv atau dvd kesukaannya. Seperti ini lagi. Setiap hari. Tentu bosan.
Karena bosan, kakinya mulai beranjak kearah jendela balkonnya dan membukanya menghirup udara disekitar yang memang masih segar. Hanya ini yang selalu membuatnya nyaman berada dirumah –tepatnya dikamarnya- Yah karena ini masih pukul 7 pagi dihari libur panjang.

Ify menengok kebelang ketika sebuah ketukan pelan dipintunya disusul dengan suara yang pasti ify tau pemiliknya siapa.


"fy!! Turun dong. kita sarapan yuk"


"sebentar lagi!"


"yaudah, tapi boleh kakak masuk kan fy?"


"yaah! Masuk aja. Enggak dikunci"


Tak lama, terlihat seseorang yang menyembulkan kepalanya. Siapa lagi jika bukan kakak semata wayang ify. Alvin jonathan. Alvin tersenyum hangat, setelah itu menutup pintunya dan berjalan perlahan kearah adik semata wayangnya. Dilihatnya ify kembali memandang kearah jendela. Ditatapnya punggung kecil adiknya dengan sayu. Apa bisa ia menjadi kakak yang baik untuk ify?

alvin menghela nafas sebelum memulai pembicaraan diantara mereka. Beberapa detik, suasana hening menyelimuti mereka. Angin semilir di pagi hari ini nampaknya masih terasa dingin. Mungkin akibat hujan semalam. Menyisakan bau tanah yang khas juga embun yang bergelayut manja ditepi dedaunan.


"fy, setelah sarapan, kamu mau ikut sama kakak gak?" ify melirik alvin dengan kening berkerut. Heran, ada angin apa kakaknya ini mengajaknya? Tumben.


"kemana?"


"kita jalan-jalan sepuasnya diluar sana. Mau?" alvin menatap lembut mata adiknya, tersenyum hangat sedangkan sebelah tangannya mengusap lembut rambut adiknya. Mungkin hanya ini yang bisa ia lakukan untuk ify.


"beneran? Kakak gak bohong kan, mau ajak aku jalan-jalan?" mata ify berbinar, senyumnya mengembang mendengar itu. Ini saat yang ditunggu2nya. Melihat dunia luar. Bermain sepuasnya. Bertegur sapa dengan orang lain dengan sifat mereka yang bermacam-macam. Ini adalah mimpinya.


"iyaa. Mau kan?"


"tentu! Aku mau. Tapi bagaimana dengan mama dan ayah?" air muka ify berubah murung memikirkan bagaimana mama dan ayahnya yang akan marah besar, jika tau ide gila kakaknya ini.


"tenang aja. Mereka lagi gak ada dirumah kok. Mereka akan pulang terlambat hari ini. Katanya ada urusan bisnis beberapa jam kedepan sampai pukul 9 malam"


"asik!!! Makasihh kak alvinnn" dengan gerakan cepat tubuh ify menghambur kepelukan alvin.


"tapi, kamu sarapan dulu! Ayo tuan putri, kita sarapan :D" seru alvin dengan gaya superman dengan sebelah tangan diarahkan keatas.


"ayoooo!! Tapi kak, gendong aku yaah? :D" ify tersenyum manis ketika alvin berjongkok dihadapannya, dengan senang hati ify menaiki punggung alvin. Mengalungkan tangannya dileher alvin. Dengan senyum, alvin berjalan kearah pintu menuju lantai bawah. Ruang makan. Dengan menggendong ify. Inilah saat2 yang paling ia rindukan. Sangat ia rindukan sejak beberapa tahun lalu.
Mereka sampai diruang makan. Alvin berjongkok untuk menurunkan ify. Semua pelayan yang berada disekitar ruang makan menatap mereka dengan haru. Senang sekali melihat nona mudanya kembali tersenyum.


"makasihh kakak!! Cupp" sebuah kecupan terimakasih dari ify mendarat mulus dipipi kiri alvin. Sedangkan pelakunya sudah duduk manis di meja makan. Alvin hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan adiknya itu. Ternyata ify memang belum benar-benar dewasa.
Selanjutnya, mereka sarapan dengan keadaan diam.

***

Tak membutuhkan waktu berjam-jam, hanya 25 menit, akhirnya rio sampai juga ditempat tujuannya. Tempat biliar *benergaktuh?*. Lama sekali ia tak bermain biliar. Olahraga kesukaannya sewaktu SMP. Katanya, olahraga biliar ini sangat bagus untuk daya konsentrasi. Biasanya sepulang sekolah ia selalu ketempat ini bersama kakaknya -gabriel- dan sahabat-sahabatnya.

Mobil sportnya ia parkirkan dekat mobil pengunjung lain yang berjejer di depan bangunan minimalis itu. Tubuh jangkungnya keluar dari mobil. Satu kata yang pasti dipikirkan oleh gadis-gadis yang melihatnya. Cool. Nampaknya title itu memang sangat tepat diberikan untuk rio. Dengan kulitnya yang hitam manis, ditambah dengan postur tubuh yang sangat ideal. mengenakan kaos putih dibalut dengan kemeja kotak-kotak hijau tosca-hitam yang digulung sebatas siku, tidak dikancingkan. Jeans hitam, dan sepatu kets putih kesukaannya. Juga rambutnya yang bergaya spike dibiarkan sedikit acak-acakan. Lengkap sudah penampilannya. Rio menutup pintu mobilnya. Membuka kacamata hitam yang membingkai mata elangnya. Dengan santainya ia berjalan kedalam bangunan itu. Sesampainya didalam, rio disambut hangat oleh teman-temannya semasa SMP dan ada juga beberapa teman SMAnya yang memang sering sekali kesini.


"woy! Rio.. Akhirnya lo kesini juga. Apa kabar bro?" sebuah tepukan dipundak rio membuatnya meringis dan menatap kesal sipelaku. Sedangkan cakka -sipelaku tadi- hanya meringis dengan tangan yang menggaruk tengkuknya.


"ck. Kebiasaan banget sih lo cak!" mendengar kata -cak- membuat cakka manyun. Ia tidak suka dipanggil cak. Kesannya kayak manggil cicak aja-,-


"lo tuh yang kebiasaan! Gue kan udah bilang, jangan panggil gue cak! Gimana sih lo"


"sory deh sory. Abis elo nya juga sih yang rese. Ngapain pake mukul pundak gue segala"


"itu bukan mukul! Tapi nepuk. Segitu aja sakit! Lebay lo ah" ejek cakka. Ditonjoknya pelan lengan rio sambil mencibir.


"yee, biarin aja :p"


"ah lupain aja deh. Oh iya apa kabar lo? Baru juga beberapa hari libur, lo udah sombong aja sama gue"


Mereka berdua berjalan kesalah satu meja biliar yang kosong. Rio dan cakka mengambil cue (stik yang digunakan untuk memukul(?) bola) nya masing-masing. Memulai permainan mereka.


"gue baik kok.. bukannya gitu. Tapi kemaren bokap ada dirumah. Jadi yaa susah buat keluar deh"


"hah? Tumben banget bokap lo ada dirumah?"


"tau tuh. Tapi ya tetep aja, dia gak punya waktu buat gue sama gabriel"
Cakka menganggukkan kepala lantas meneruskan kegiatannya memukul cueballnya, yap!! mengenai pool ball (target) dan bolanya masuk ke pocket!


"yes!!! Masuk! eh iya ngomongin gabriel. Dia kemana?"


"dia gak ikut. Katanya ada urusan. Tau deh urusan apa. Palingan juga molor dirumah" rio mengangkat bahunya, lalu mengarahkan stik biliarnya dengan penuh konsentrasi. Memukul cueballnya, sedikit mengenai pool ball yang ia incar. Tukk! Sayang bolanya gagal masuk.


"yaaah gagal! Ck" wajah rio berubah kesal. Ia memandang cakka yang sedang menari-nari erotis-,- mengejek rio.


"jayus banget sih lo!!"


"hahaha!! Makannya sering-sering dong kesini. Itung-itung latihan juga. Kayak gue nih! Sekarang udah hebat"


"hebat dari hongkong? Baru masuk satu aja bangga" rio mencibir. Jadilah hari itu dihabiskan rio bermain biliar dengan cakka.

***

Waktu telah menunjukan pukul satu siang. Sudah sekitar 6jam alvin dan ify bermain ditimezone yang berada dikawasan salah satu mall di jakarta. Tawa ify yang lepas seperti saat inilah yang sangat alvin rindukan. Ia sangat rela jika harus berurusan dengan ayah dan mamanya, hanya demi tawa ify seperti ini. Apapun resikonya. Demi kebahagiaan adik semata wayangnya ini, akan ia lakukan.


"fy, kamu capek yah?" wajah alvin sangat cemas kala melihat wajah ify memucat. Matanya terlihat sayu. Tapi tetap saja senyumnya masih tersungging manis dibibir mungilnya.


"enggak kok, aku seneng banget. Aku masih mau main ya kak" ify sedikit memohon pada alvin. walaupun dengan nafas setengah memburu dan bibir yang sedikit membiru.


"kita istirahat dulu ya. Kita ke foodcurt aja, gimana? Kakak lapar nih. Kamu juga lapar kan? Sambil kamu minum obatnya. Okay! :)" jawab alvin dengan tersenyum, walau tak ia pungkiri hatinya ketar-ketir karena cemas. Tangannya sesekali menyeka keringat yang mengalir dipelipis ify. Miris menatap ify yang sepertinya sangat tersiksa. Hanya bermain seperti ini saja sudah membuatnya pucat pasi.

Mereka lantas berjalan kearah foodcurt terdekat. Tangan ify terus saja bergelayut manja dilengan alvin. Membuat alvin sedikit terkekeh dengan sifat manja adiknya.
Sesampainya disana, alvin segera memanggil waitress untuk memesan makanan. Setelah mencatat apa saja yang dipesan alvin, waitress itu segera berlalu.


"mana obat kamu fy?"


"ada kok, ditas" jawab ify menunjuk tas selempangnya.


"kak!"


"why?"


"apa bisa aku hidup tanpa obat ini? Aku capek kalau harus minum obat terus" air bening itu meluncur begitu saja dari mata ify. Selalu saja menyesakkan dada alvin. Tangannya bergerak menghapus buliran air mata dipipi ify dengan lembut.


"denger kakak fy!.. " ify melihat mata kakaknya itu dengan sayu. Menyiratkan bahwa ia memang benar-benar lelah dengan semua ini.


"kamu pasti sembuh. Mau sembuhkan? Untuk itu kamu harus terus minum obat. Kakak tau kamu capek gini terus. Tpi ini juga demi kebaikan kamu. Ngerti?"


"ify ngerti kak :) makasih untuk semuanya" ify tersenyum hangat. Menghapus sisa lelehan air matanya dengan jarinya. Beruntung sekali ia mempunyai kakak seperti alvin.

Semuanya selesai. Ify pun sudah meminum obatnya. Mereka memilih untuk keparkiran mobil mereka dan menuju tempat yang akan mereka kunjungi berikutnya. Sebuah bukit kecil dekat taman.

***

"aaahhh payah lo kka! Katanya udah hebat? Masa kalah sama gue?? :p haha" cakka manyun mendengar ejekan rio. Dasar! Walaupun sudah lama rio tidak bermain biliar tetap saja yang namanya bakat dari lahir emang susah diganggu gugat-,- yaah beginilah akhirnya. Cakka harus menerima kekalahan.


"diem dong yo! Jangan ngumbar gitu" rio hanya menahan tawa melihat ekspresi cakka. Lucu juga mengejek sahabatnya ini terus menerus. tawa rio berhenti karena teringat sesuatu.


"eh kka, gue duluan yaah. Ada urusan nih"


"eh mau kemana yo? Rioo! Yaaah.. Maen ngacir gitu aja! Terus yang bayar sewa nih meja siapa? Masa gue? Asem emang tuh anak. Muka gratisan" cakka mengumpat. Mengucapkan sumpah serapah untuk rio. Tapi walaupun begitu ia tetap menuju kasir untuk membayar.

***

Semilir angin sore berhembus menerpa paras tampan pemuda ini. Belaian angin yang selalu mendamaikan hatinya. Warna jingga mulai menjejak walau tersamarkan langit mendung. Matanya terpejam mencoba meredamkan emosinya sesaat. Mengingat 'hal' itu -tentang mamanya-, seketika menyulut emosinya kembali. Tak ada kata tidak lagi untuk mencegah rekaman masa lalunya berputar diotaknya.

---

'Praaaaang!!!!!'

"apa yang kamu lakukan ma??" bentak seorang pria -tepatnya bapak2- kepada seorang perempuan yang sepertinya istrinya.


"ini semua karena kamu!! Kamu yang sudah membuat saya gila seperti ini! Saya benci kamu tamaa"

'praaang'

Lagi-lagi istri pak tama -bu mily- memecahkan guci disampingnya. Membuat pak tama menggeram lantas menampar pipi istrinya.

Tanpa kedua dewasa ini ketahui. Ada 2 pasang mata yang menatap mereka dengan nanar. Satu diantara kedua anak itu meneteskan air mata. Mereka tak mengerti, mengapa kedua orang tua mereka selalu bertengkar?


"gab! Kenapa mama sama papa bertengkar terus?" anak yang menangis itu bertanya pada anak yang nampaknya lebih besar darinya -gabriel- dengan lirih.


"kakak juga gak tau yo" jawab gabriel seadanya. Ia memang tidak tau apa-apa.
dalam isak tangis sang adik, gabriel hanya bisa mengelus punggung rio. Terus menyaksikan pertengkaran kedua orang tuanya yang belum pantas mereka mengerti.

Mama mereka berlari keluar, lalu disusul dengan kejaran papa mereka dengan berteriak memanggil nama bu mily. Mereka mengikuti kemana orang tuanya berlari. Sampai akhirnya kejadian naas merenggut nyawa mamanya akibat tertabrak truk yang melintas saat mamanya menyebrang didepan mata mereka sendiri. Dilihatnya papa mereka bersimpuh dijalan dengan bersimbah darah karena memangku jasad mama mereka. Saat itu rio dan gabriel hanya bisa diam dengan air mata yang terus mengalir deras. Mulai saat itulah mereka hidup berdua. Tidak dengan papa yang memang selalu sibuk dengan pekerjaannya.

---

Rio memenjamkan matanya. Menetralisir perasaannya yang saat ini begitu kacau. 12 tahun terlewat sejak kejadian naas itu. Selama itu pula rio dan gabriel menyimpan sesaknya kepergian sang mama. Walaupun begitu, mereka berdua selalu bersikap seolah-olah tak pernah merasakan sakitnya kehilangan. Tak dipungkiri, itu malah semakin menyakitkan.

***

Akhirnya alvin dan ify sampai di tujuan mereka. Sebuah bukit dekat taman. Suasana sore dengan semilir angin menerpa kulit mereka.


"aaaahhh seger banget kak"


"seneng gak hari ini fy?" tanya alvin


"seeneeeeeeng banget. Makasih kakak udah mau ngajak aku jalan-jalan. Ini hari yang spesial buat aku" senyum ify terus mengembang. Menggambarkan betapa bahagianya ia hari ini. Semoga saja hari ini akan mewakili hari-hari berikutnya menjadi bahagia.


"syukur deh kalo gitu. em, mau ice cream gk?" alvin menunjuk tukang ice cream yang lumayan jauh dari tempatnya sekarang.


"boleh"


"yaudah kakak kesana dulu. Kamu disini aja. Inget jangan kemana-mana" ify menatap punggung kakaknya yang menjauh.

Beberapa menit alvin meninggalkannya. Membuat ify bosan. Karena itu ify memilih untuk lebih ke sisi bukit, menghirup udara dengan sebanyak-banyaknya.

Melihat kearah langit. Mendung. Rintikan air hujan mulai membasahi bumi. Mengguyur tubuh mungil ify. Dan alvin belum juga terlihat menghampirinya. Ify nyaris menangis disitu. Dirasakannya, tak ada lagi rintikan hujan yang mengguyur tubuhnya. Ia mendongak melihat siapa pemilik kemeja kotak-kotak itu. Mata ify bertemu dengan mata elang dihadapannya. Nyaman. Ia tak pernah seperti ini. Ada yang menggelitik diperutnya. darahnya mendesir. menjalar menghangatkan tubuhnya yang basah itu, Kala memandang mata elang dihadapannya.

'Perasaan apa ini tuhan?' lirihnya dalam hati. Bibir mungilnya sedikit memucat kedinginan.


"em maaf kalo kamu kaget. Tapi kalau aku gak gini kamu bisa tambah kehujanan" ucap pemuda dihapannya seketika membuyarkan lamunannya.


"hah? I..iya gak papa kok" apalagi sekarang? Kenapa jantungnya berpacu tidak normal seperti ini?


"ehm kita ke pondok kecil itu aja yaah! Disini hujannya makin deras" pemuda itu sedikit berteriak takutnya suaranya terdengar samar tidak jelas oleh suara hujan.
Dilihatnya gadis disampingnya mengangguk saja. Setelah itu mereka berdua berjalan tergesa kepondok kecil sebelah barat tidak jauh dari tempatnya tadi.


"parah nih! Hujannya tiba-tiba banget" didengarnya pemuda disampingnya menggerutu kesal. Wajahnya lucu sekali seperti itu. Membuat ify terkekeh pelan.
"makasih ya"


pemuda itu mengerenyit. Tapi sedetik kemudian mengangguk mengerti.


"okay gak papa. Nama kamu siapa sih?"


"alyssa, tapi panggilnya cukup ify. Kalau kamu?" ify menatap mata pemuda itu lagi. Dan perasaan itu kembali muncul. Apa artinya ia memang jatuh cinta pada pemuda ini?
Sama dengan ify, pemuda ini juga merasakan wajahnya memanas ditatap seperti itu oleh ify. Mata beningnya menghanyutkan. Membuatnya nyaman, walaupun baru bertemu.


"aku.. Rio"

***

Alvin memilih berteduh dimobilnya, ditatapnya kantong plastik berisi ice cream untuk adiknya. Wajahnya tak henti-hentinya melihat keluar mobil. Masih hujan. Bagaimana dengan adiknya? Apa ify kehujanan atau tidak?
Perasaannya kacau. Ia tak dapat berpikir jernih, yang ada dipikirannya sekarang hanyalah adik semata wayangnya. Bagaimana jika terjadi apa-apa dengan ify? Apa yang harus ia lakukan?

Dengan nekat dibukanya pintu mobil jazz hitamnya. Berlari menerobos hujan yang kian melebat. Tak peduli dengan tubuhnya yang basah kuyub. Ia berteriak memanggil nama adiknya. Tapi nihil. Tak ada yang menyaut.

"ya tuhan! Kemana dia?"


"ify!!!!!! Kamu dimana??"


"ify!!!!!"


masih tak ada yang menjawab. Ia menyerah, kembali kemobilnya dan mengeluarkan handphonenya. Lalu menekan tombol 'ok' setelah menemukan sebuah nama di phone contak yang ditujunya.

***

Hujan. Kenapa harus hujan disaat sore seperti ini?. Wajahnya ia alihkan kejam dinding yang menggantung dikamarnya. Pukul 3 sore. Ia menghela nafas bosan.


"rio kemana sih? Kenapa belum pulang jam segini?"

Tell me why you’re so hard to forget
Don’t remind me, I’m not over it
Tell me why I can’t seem to face the truth
I’m just a little too not over you


Ringtone lagu a little too not over dari david archuleta mengalihkan perhatian gabriel. ditatapnya I-phone miliknya, tertera nama sahabatnya. Sebelah alisnya terangkat. Tumben, pikirnya.


"hallo vin? Kenapa?"


“...”


"hah? Lo serius?"


“...”


"kenapa bisa??"


“...”


"sekarang lo dimana?"


“...”


"oke gue kesana"

'Klik'

Sambungan terputus. Segera ia sambar jaket kulit hitamnya di gantungan dan sepatu kets coklatnya di rak dekat pintu. Setelah itu ia berlari kebawah dengan sepatu ditangnnya. Sebelumnya mengambil kunci mobil rio di kamar adiknya. Memakai sepatunya dengan terburu-buru, selanjutnya berlari lagi kearah garasi dimana terparkir mobil sport putih adiknya. Lalu gabriel masuk dan memacu mobilnya dengan kecepatan diatas rata2. Wajahnya terlihat cemas. Entah apa yang ia cemaskan. Yang jelas pikirannya sekarang hanya terpusat pada keadaan adik dari sahabatnya. Karena ia menyayangi gadis itu.

***

Akhirnya tersambung! Alvin mengetukkan jari basahnya pada stir mobil. Menunggu orang yang ditujunya mengangkat telponnya.
Klik! Alvin menghela napas ketika telponnya diangkat.

"hallo?"


“...”


"gue kehilangan ify yel!"


“...”


"iya, gue serius!"


“...”


"tadi.. Gue lagi beli ice cream. Dan ify gue tinggal. Pas gue mau balik tiba-tiba hujan. Gue nunggu hujan reda dimobil. Pas gue cari ditempat tadi, ify udah gak ada yel!"


“...”


"gue dibukit deket taman biasa"


“...”


"cepetan yel. Gue tunggu"

Klik.

Sambungan terputus. Hatinya tambah tidak tenang melihat hujan yang bukannya mereda malah tambah deras.

***

Entah sejak kapan suasana hening menyelimuti kedua insan yang baru mengenal satu sama lain ini. Hanya terdengar rintikan hujan yang semakin keras memantul disegala barang yang tersentuh.


"kamu kedinginan yah?" rio bertanya sedikit kikuk kepada ify yang tengah menatapnya dalam. Ah mata itu lagi. Sejak kapan ia menikmati tatapan mata bening gadis ini?. Dan sejak kapan pula perasaan nyaman mulai menyelimuti hatinya melihat senyum gadis ini? Gak salah lagi. Rio.. Jatuh cinta?


"sedikit" sahut ify, tangannya disilangkan dan menggosok-gosok kedua legannya.


"mhh, sorry yah aaku gak ada baju kering. Jaket aku ada dimobil. Mobilnya jauh dari sini lagi. kamu bisa tahan kan?"


"Gak papa lagi yo. Aku bisa tahan kok"

melihat wajah sesal rio, ify tidak tega. Entah sadar atau tidak tangan ify bergerak menggenggam tangan dingin rio. rio menatapnya kaget. Tapi ify tak beerniat sedikitpun melepas genggamannya. Ini.. terlalu nyaman. Mulai saat ini. Ia memantapkan hatinya. Ia memang mencintai rio.

Rio hanya tersenyum melihat kelakuan gadis ini. Menurutnya ify sangat lucu.
Saat inilah dewi amor tengah bekerja menabur benih merah jambu diantara dua insan ini. Mengikat mereka dalam satu buah kata. Cinta. Dengan beribu maknanya.
Terlalu cepat memang. Tapi.. Itulah istimewanya cinta. Tak mengenal waktu.

***

Tangisan bumi berhenti. Waktu tengah bergulir tepat pada pukul 4.30 sore. Langit pekat memuai. Tergatikan dengan jejak warna jingga yang memerah.

Gabriel baru sampai di tempat alvin. Memarkirkan mobilnya tepat disamping mobil alvin. Lalu keluar dengan tergesa menghampiri alvin yang sedang bersandar dikap mobilnya dengan wajah menunduk.

"vin." tepukan pelannya membuat alvin mendongak. Menatapnya nanar. Ia sangat cemas dengan adiknya. Gabriel mengerti itu.


"kita cari sekarang" setelah itu mereka mulai berjalan keatas bukit. Sebelum langit menggelap. Mereka harus sudah menemukan ify.

Ify mendengar suaranya dipanggil. Ia berjalan kepinggir teras pondok itu. Menajamkan pendengarannya. Ia harus memastikan jika namanyalah yang diteriakan.
Sedangkan rio hanya bisa pasrah tangannya ditarik2 ify. Yah sejak tadi ify memang tidak mau melepas genggamannya. Membuat rio sedikit GR, dan menyimpulkan bahwa ify memang menyukainya. Dan memang itu kenyataannya.


"ifyyy!!!!!!!! Kamu dimana?"


"fy!!!!!"
Sekali lagi. Ia mendengar itu. yakin itu memang alvin, ify mulai menyahut.


"aku disini!!!!!!!!!!"

Ify melihat dua orang yang berlari terengah-engah kearah mereka. Ify melepas genggaman tangannya dari rio. Itu membuat rio sedikit kecewa. Lalu ify berlari menghambur kepelukan kakaknya. Dan itulah yang membuat dada rio bergemuruh. Panas mulai menjalar dihatinya. Dadanya sesak.

'Apa yang salah gue kayak gini? Gue emang suka sama ify. Dan wajar aja gue cemburu dia peluk cowok lain' kesal rio dalam hati. Meratapi nasibnya. Baru pertama kalinya jatuh cinta dan dengan sekali kibasan mampu membuat hati rio terasa ditampar. Panas, menyakitkan.

Pandangan rio beralih menatap pemuda disamping pemuda yang dipeluk ify.


"Loh? Gabriel?" diserukan nama kakaknya, membuat pemuda disebrangnya menatapnya.


"eh elo yo. Ngapain disini? Pake hujan-hujanan segala lagi?" Rio meringis menatap tubuhnya yang masih basah.


"panjang ceritanya. Nah elo sendiri kok bisa disini sih yel?"


"oh ini, tadi gue bantu alvin nyari ify"


"ohh gitu toh. Yel sini deh!" gabriel mendekat kearah rio yang melambaikan tangan.


"vin gue ke rio dulu yah" alvin hanya mengangguk. Sedangkan ify masih memeluk
alvin.


"kenapa?"


"eh alvin itu siapa sih?"


"alvin? dia sahabat gue. lo kenapa sih yo? Naksir lo sama dia?"


"hah? Sial lo! Gue masih normal kali"


"siapa tau aja"


Tuk!
sebuah timpukan baju basah mendarat dikepala gabriel. Gabriel menatap sebal kearah rio.

"gak pake nimpuk gue bisa kali yah? eh iya!! Lo udah pake mabil gue. Gue gak mau tau, pokoknya lo harus ganti rugi!"


"dihh, ganti rugi apaan? lagian mobil lo baek-baek aja”


"bensin laahhh!"


"kagak mau. lo kan juga udah pake mobil gue"


Gabriel menghela napas. Iya juga, kalo gitu bisa dibilang impaslaah!
"ekhem yel!"


"apa lagi?"


"alvin itu, siapanya ify sih?"


"oh itu, dia kakaknya. Lo kenapa sih?"


"gitu yaa? Hm" gabriel menatap rio menyelidik.


"lo? Jangan bilang, kalo lo suka samaaaa.. "


"ify cantik yaa? kayaknya gue suka deh sama dia yel" kata rio jujur. Terlalu jujur malah. Dan itu membuat hati gabriel mencelos. Benar dugaannya. Rio memang menyukai orang yang sama dengannya. Apa yang harus ia lakukan sekarang?. Menyerahkan ify pada rio? Tapi mengingat perjuangannya selama ini untuk mendekati ify. Susah sekali. Apa harus segampang itu melepaskan dia? Hanya demi rio?. lupakan!!
Setelah itu mereka pulang kerumah masing2.

***

Kisah ini begitu rumit. Apa sanggup mereka mengatasi cinta segitiganya? Dan apa mereka tau? Bidadari yang mereka perebutkan tengah berjuang melawan maut?

***

Ruang serba putih ini sekarang menjadi tempatnya istirahat. Menjalani hari2nya dengan berbagai obat dan peralatan medis yang dikenakan ditubuhnya. Apa ia sanggup mempertahankan hidupnya? Cintanya?

Alvin menatap adik semata wayangnya yang terbaring lemah dirumah sakit. Beberapa hari yang lalu setelah mereka menghabiskan waktu berdua, kondisi ify drop. yang membuat alvin sangat terpuruk, ify drop karenanya.


"maafin kakak fy" air matanya jatuh. Ia menyesal membiarkan ify terguyur hujan. Ia menyesal meninggalkan ify waktu itu. Ia menyesal karena telah mengajak ify jalan-jalan. Ia menyesali semuanya. Hatinya terus berontak. Harusnya ia saja yang sekarang terbaring lemah didalam sana. Biarlah, biarlah ia yang menanggung sakit ify. Biar ia yang mati digerogoti sel kanker yang terus memakan darahnya.


Sementara itu dikoridor terdapat 2 pasang mata yang menatap alvin sendu. Salah satu dari mereka mengenakan baju pasien rumah sakit ini. Sedangkan yang satunya mendorong kursi roda pemuda itu. hati mereka tentu saja sakit. Apalagi mendengar kenyataan bahwa bidadari mereka tengah sakit. Sakit parah. Leukemia stadium akhir.


"yo.. Dia sama kayak gue" rio melirik gabriel sedih. Tangannya menepuk pundak gabriel.


"gue tau jantung lo pasti kembali sehat yel. Gue yakin lo sembuh" gabriel menatap rio. Tapi apa bisa?

Mengingat rio sangat menyayangi ify, tapi gabriel juga menyayangi ify. Bahkan sudah sejak lama gabriel menyukai ify. Gabriel memutuskan untuk melakukan itu. Yah harus! Biarkan egonya kali ini menguasainya.


"uhukk, uhukk!"


"yel? Lo gak papa?"


"gue gak papa kok. gue.. Boleh minta sesuatu dari lo kan yo?"


"tentu boleh. Lo mau apa?? gue siap ngelakuin apapun demi lo, kalo gue bisa"


"gue minta.. Elo jauhin ify."

Deg.. Apa ini??? Apa maksud gabriel?
Rasa nyeri dihatinya merambat menjadi emosi. Tapi rio cukup tau sikon. Ini bukan saatnya ia bersikap egois. Ini demi kakaknya! Demi gabriel.


"ta.. Tapi, kenapa yel?"


"gue.. udah lama suka sama ify"


Lagi-lagi hantaman keras memukul hatinya. Perih Seperti tercabik-cabik hingga tak berbentuk.

***

Ify tersadar dari komanya. Melihat diruangan itu hanya ada alvin dan gabriel yang duduk di kursi roda dan mengenakan baju pasien sama sepertinya. Tunggu. Ada yang kurang. Rio? Dimana dia?

"kak alvin, kak gabriel?" panggilnya lemah.
Mereka berdua tersenyum senang kearah ify, walaupun kondisinya masih terbilang lemah. Dilihatnya ify seperti mencari-cari sesuatu.


"kenapa fy?"


"rio kak, dia kemana?"


gabriel tersenyum kecut. Alvin melihat perubahan wajah gabriel, lalu menatap ify kembali.


"rio? Katanya dia ada urusan"


"ohh" wajah ify berubah kecewa. Ada yang kurang bila tidak menatap rio. Tidak melihat rio. Itu membuat setengah hatinya kosong.


"udahlah, mungkin nanti rio kesini. Lagian disinikan ada gabriel. ngapain nyari yang gak ada?"

Ify mengangguk kecewa. Yah mungkin benar kata kakaknya. Mungkin saja rio sibuk? Atau sengaja melupakannya?? Ah ify! Jangan berpikiran buruk seperti itu. Rutuknya dalam hati.


"ekhm, fy. Kakak kekantin dulu ya. Yel jaga adek gue"
ify mengangguk.


"sipp! Gak bakal gue biarin adek lo kenapa-napa!" mereka bertos ala mereka.
Melihat alvin yang hilang dibalik pintu. Seketika hening menyelimuti mereka. Bukannya gimana. Tapi ini yang membuat gabriel canggun, karena Ia merasa bersalah pada ify, dengan menjauhkan rio dari ify. Dalam hal ini ia memang jahat. Sangat jahat. Tapi, apa tidak pantas kebahagiaan didapatnya diakhir hidupnya yang seperti ini?.


“em fy, aku mau ngomong jujur sama kamu” ucapan gabriel membuat ify menoleh. Keningnya mengerenyit. Ada yang aneh dari gabriel.


“ya ngomong aja kak”


“aku.. aku..”


“aku?? Aku.. kenapa kak?”


“aku, sayang sama kamu" Mata ify melebar mendengar itu. Apa? Gabriel, suka sama dia? Tapi.. ah sudahlah.


“kakak, gak bohong kan? Gak lagi bercanda kan?” ify terkekeh pelan. Ini terlihat lelucon! Bagaimana mungkin gabriel menykainya? Dan perasaan ify terhadap gabriel tak lebih dari sekedar rasa sayang adik kepada kakaknya, seperti dirinya menyayangi alvin. Dan tak akan bisa lebih.


“enggak fy, aku gak lagi bercanda”
Mata gabriel memandang ify. Ia mencoba berdiri walaupun kakinya masih sedikit lemah. Digenggamnya tangan ify dengan lembut. Sementara ify speechless dibuatnya. ify balas menatap gabriel, mencari kepastian jika ini memang bukan sebuah lelucon.


“aku, udah suka sama kamu sejak lama. Apa kamu gak ngerasain kalo perhatian aku selama ini, Cuma buat kamu sadar. Aku sayang sama kamu fy. Aku suka sama kamu.” Ungkap gabriel dengan mantap. Hatinya lega telah mengungkapkan semuanya. Dan seertinya ia akan segera tenang, jika tuhan mencabut nyawanya sekarang.


“tapi.. aku, aku emang saya sama kakak. Tapi, sayang aku sama kakak cuma sebatas adik dan kakak. Aku gak punya perasaan lebih sama kakak. Maaf” ify menunduk merasa tidak enak dengan gabriel. Ia tau gabriel sakit hati karenanya. Tapi yang namanya perasaan emang gak bisa dibohongi.

Gabriel tersenyum masam. Memang sudah ia duga. Perasaanya bertepuk sebelah tangan. Walaupun hatinya sakit, tapi ia rasanya tidak buruk juga setelah mengungkapkan semua perasaannya.


“oke gak papa, aku ngerti kok fy kenapa kamu nolak aku. Aku yakin dia punya perasaan sama kayak kamu” gabriel tersenyum, tangannya membelai lembut rambut ify. Sedangkan ify menatap gabriel dengan pandangan tak mengerti.


“udh deh fy gak usah sok gak ngerti gitu. Kamu suka kan sama adek kakak?”


“ma.. maksud kakak??” wajah ify memerah.


“ck. Ya siapa lagi kalau bukan rio” pipi ify tambah merah dibuatnya. Dalam hati gabriel terus mensugestinya, ‘relain yel! Lagian hidup lo udah gak lama lagi. Lo pasti bisa ngerelain ify buat rio’

Gabriel memaksakan seulas senyum mengoda. Ada yang sakit dibagan dada kirinya. Apa ini waktunya?


“apaan sih kak iyel, udah ah!!” ify memanyunkan mulutnya.


“uhukk.. uhukk”


“kak, kakak kenapa?”


“uhukk.. uhukk.. uhukk” tangan gabriel sebelah kanan memegang dadanya yang sebelah kiri sementara tangan kirinya menutup mulutnya.


“gak kok fy. Uhukk.. uhukk” ditatapnya tangannya yang pebuh dengan darah dari mulutnya. Tubuh gabriel sedkit merosot kebawah. Kakinya tak mampu lagi menopang tubuh gabriel.


“kak iyel! Kak. Batuk darah. Kak, aku panggilin dokter yah. Dokter!”


“Uhukkk, fy.. uhukk.. kamu pasti akan sembuh. Aku yakin. Sembuh buat rio yaa” kata gabriel terbata-bata. Setelah itu tubuh gabriel ambruk kelantai. Sedangkan ify hanya bisa menangis tak bisa berbuat apa-apa karena kondisinya juga belum pulih. Menapakan kakinya saja ia tak punya tenaga.


“kak alvinn!! Kak alvinnn!!!!!!! Tolong!! Kak iyel tahan kak!!” teriak ify, ia berusaha turun dari kasurnya menghampiri gabriel dengan tertatih. Menghambur memeluk kepala gabriel yang terpejam.

Cklekkk.


“astaga, ify, iyel!!”


“kak alvin, tolong kak gabriel kak”


“yaudah, kamu duduk dulu di kursi roda ya. Biar kakak pindahin gabriel kekasur kamu dulu”

Ify mengangguk sambil terisak.

Mereka berdua lalu keluar setelah alvin memanggil dokter. Menunggu gabriel diluar ruangan.

***

Rio berlari di koridor rumah sakit dengan tergesa. Baru saja ia mendengar kabar jika gabriel drop. Terlihat alvin dan ify didepan ruangan ify, menunggu gabriel. Sempat ragu rio menghampiri mereka, karena disana ada ify. Ah sudahlah. Akhirnya rio memberanikan diri mendekati mereka.


“gimana keadaan gabriel vin?”


“rio?”


“gimana?”


“lagi ditangani dokter”
Rio menghea nafas berat. Dilihatnya Ify menghampirinya. Matanya sembab. Mata rio menatapnya bersalah. seraya menundukan kepalanya. Lega rasanya melihat bidadarinya sudah sadar. Melihat mata ify yang sembab membuat dadanya sakit. Itu adalah hal yang paling ia benci. Rio menggigit bibir bawahnya dengan sekuat tenaga hingga berdarah, sebelum tangan halus itu menghapus darah yang mengalir dibibirnya.


"kamu kemana aja sih yo??" Tangis ify pecah seketika. rio menatap kearah alvin yang memalingkan muka. Tubuh mungilnya memeluknya erat. Sedikit melepas rindu dihati ify. Dibelainya rambut ify dengan ragu. Matanya memejam. Uhh air mata itu. Air mata yang paling dibenci rio.


"jangan nangis fy" ucap rio lirih. Dilepasnya pelukan ify. Menatap mata bening itu. Nyaman. Selalu seperti itu. Lalu dengan jari-jarinya rio menghapus lelehan air mata ify.


"kamu kemana sih yo?"


"maaf. Tadi.. Ada urusan sebentar. Gimana keadaan kamu?"


"aku sakit yo.. Kamu tau?? Hati aku sakit karena kamu" ify kembali menangis. Mengucapkan semua unek-uneknya selama ia sadar. Ia ingin rio mengerti jika ify sangat menyayanginya.


"aku? Aku salah apa sama kamu?"


"jahat! Gak ngerti banget sih" ify manyun. Mengalihkan pandangannya dari rio. Membuat rio terkikik geli. Sementara alvin memandang mereka dengan pandangan tak terbaca. Entah apa maksudnya.

Cklekk.

Ruangan ify terbuka. Disusul dengan keluarnya dokter yang memeriksa gabriel. Rio segera menghampiri dokter itu.


"gimana keadaan gabriel dok?" tanya rio. Ia mengguncangkan tubuh dokter itu kala melihat dokter itu menunduk.


"dok! Jawab dok. Kakak saya gak apa-apa kan??"


"maaf. Kami sudah berusaha. Tapi nampaknya tuhan berkehendak lain. Dengan kata lain, gabriel sudah meninggal"

Jder!!!

Serasa dicambuk berhelai-helai rantai. Rio terduduk lemas, ify menangis memeluk rio dari samping. Alvin hanya menatap kosong kearah pintu ruangan itu. Menatap jasad sahabatnya didalam sana yang terbujur kaku tak bernyawa.


"gak! Gak mungkin dok! Kakak saya gak mungkin meninggal! Dokter yang bener dong!" rio menatap dokter itu dengan sayu, berteriak semampunya. Berharap gabriel akan keluar dari ruangan itu dan berteriak jika semua ini bohong! Tapi tuhan berkata lain. Ini nyata. Ini hidup yang sudah tuhan gariskan. Bagaimanapun caranya. Rio harus bisa menerima kenyataan ini, jika gabriel telah tiada. Satu permintaan gabriel yang belum terkabulkan. Ini pengorbanan demi kebahagiaan adiknya dan juga kebahagiaan gadis yang sangat disayanginya.

***

Hari ini, tepat hari ify dioperasi pencangkokan sumsum tulang belakang. Ditanya siapa yang mendonorkan. Ia gabriel. Orang yang tulus menyayanginya. Seseorang yang sudah ia anggap kakak. Memang dari awal inilah rencana gabriel. Ia tampak semangat sekali setelah melakukan tes sumsum belakang, apakah cocok dengan ify atau tidak. Dan nyatanya? Ternyata cocok 96%.

Rio dan alvin menunggu diruang tunggu. Sudah sekitar 2jam mereka menunggu operasi ify. Membuat dua pemuda tampan ini gelisah.

"aduhh, kok lama sih?" gumam alvin tak tenang.


"udah kak, gue yakin kok ify bakal baik-baik aja"


"semoga deh yo"


Hening, sekali lagi menyelimuti mereka. Tapi tak begitu lama karena alvin kembali membuka suara.

"makasih yo"

rio mengerenyit tak mengerti.

"buat apa?"


"buat pengorbanan kakak lo"


"hhm. Harusnya kakak makasih sama alm gabriel. Bukan sama gue. Gue gak ngelakuin apa pun. Malah gue yang udah buat semuanya jadi kayak gini. Gue emang gak berguna"


"ck. Lo jangan gitu dong yo. Lo berguna kok. Buktinya adek gue gak bisa hidup tanpa lo"


"iya sih, tapi tetep aja gue jahat kak. Gabriel suka ify. Tapi gue gak bisa bantu dia apa-apa karena perasaan gue"


Rio menghela napas berat.
alvin menepuk punggung rio memberi semangat.


"udahlah. Semuanya udah berlalu. Sekarang tinggal nunggu hasil operasinya"
rio mengangguk.


"ah iya vin. Nyokap bokap lo? Kemana?"


"mereka lagi diluar negeri. Tapi secepetnya mereka balik kok setelah semua pekerjaan mereka selesai"


"gitu yaa"


"heem"

Cklekk.

Pintu ruang operasi dibuka dokter. Dokter itu keluar dengan peluh mengucur didahinya.
Alvin dan rio menghampiri dokter itu

"dok! Gimana operasinya?"


"semuanya lancar"


Alvin dan rio sama-sama menghela napas lega. Ini anugerah untuk rio terlebih untuk alvin. Adiknya, adiknya sembuh! Dan mulai saat ini, ify tidak akan hidup bergantung pada obat yang begitu menyiksanya.
Dilihatnya ify masih terbaring didalam ruang rawat.

***

Seminggu berlalu. Gabriel telah dikebumikan. Hari ini ify dan rio hendak mengunjungi makam gabriel, sekedar melepas rindu pada sosok gabriel. Dan ini pertama kalinya ify berkunjung ke makam gabriel.

Semilir angin menemani mereka dalam diam. lantunan do'a-do'a dari mereka berdua terpanjat untuk gabriel. Setelah berdo'a rio mengusap nisan gabriel. Sedangkan ify disampingnya hanya menatap hangat gundukan tanah merah itu.

"yel, gue dateng lagi. Tapi sekarang gue ditemenin bidadari lo nih. Fy"
Ify mengangguk. Berganti posisi dengan rio.


"kak gabriel. Ini ify kak. Kakak masih ingetkan? Aku janji loh kak gak bakal nangis lagi. Aku bakal jagain rio buat kakak. Satu lagi kak. Makasih. Makasih atas pengorbanan kakak buat aku. Makasih kakak udah buat umur aku lebih panjang lagi. Makasih banyak kak. Ify sayang banget sama kakak"


ify mengecup lembut nisan gabriel. Inilah yang hanya ify bisa lakukan. Tidak banyak. Hanya lantunan do'a yang selalu ify panjatkan dalam hati. Dan kecupan dinisan tadi, semoga sayang ify tersampaikan pada gabriel.


"oh iya yel. Gue mau minta sesuatu boleh kan? Ify, dia cewek yang gue sayang. Dan lo tau itu kan yel? Gue pengen dia jadi cewek gue. Gue janji gak akan nyakitin dia yel. Gue janji. Gimana fy?" rio menatap lembut kearah ify. Jantungnya berpacu diatas normal. Tapi sekuat tenaga ia menghilangkan rasa gugupnya. tangannya menggenggam lembut tangan ify seperti pertama kali mereka bertemu.


"aku.. Aku mau. Karena aku juga sayang sama kamu" ify tersenyum manis. Dengan kilat rio mencium pipi ify, setelah itu pura-pura tidak melihat ify yang tengah memerah.
rio tersenyum, lalu membimbing kepala ify untuk mendekap didada bidang rio.

Mereka berdua pamit pada gabriel. Dalam hati mereka yakin, jika gabriel tengah menatap mereka sambil tersenyum. Dan mereka juga yakin. Gabriel memang akan selalu mendampingi mereka. Tentunya dihati.

Tamat.

Tuesday, 22 November 2011

Sebuah Kisah- (Love they and ashes of the disappearing) A Short Story


mentari mulai merangkak naik ke langit cerah, sinarnya dengan nakal menerobos celah disetiap ruang, salah satunya menerobos celah jendela kamar sebuah rumah, membuat siempunya kamar yang sedang terlelap terpaksa membuka mata, menatap sinis kearah matahari, ingin rasanya memaki-maki matahari itu, tapi rasanya itu mustahil, toh memang ini pekerjaan rutin si bulat kuning itu. Burung-burung dengan riuhnya berkicau, seakan menjadi lonceng untuk membangunkan setiap nyawa manusia yang masih saja betah dialam mimpi.. Angin semilir setelah musim penghujan menyapu wajah gadis ini, masih dingin. Segera disibakannya helaian kain gordeng yang sedikit menghalangi pandangannya.
Dihirupnya udara pagi dengan kasar, bermaksud menghilangkan rasa sesak yang diam-diam merayap disetiap jengkal kerongkongannya, membuat pernapasannya seakan tersumbat! Entah apa penyebabnya, hanya saja ada sekelebat siluet dahulu bergemuruh dihatinya, memorinya terus saja berpacu, memutar kejadian-kejadian yang selama ini terlupakan! Tunggu, bukan terlupakan! Lebih tepatnya dilupakan!!
***
"fy, lo lagi ngapain sih?"

"em, keliatannya?" dengan manyun gabriel merebut kuas yang sedari tadi ify gunakan

"ih iel! Balikin gak? Ganggu banget sih" dengan sebal ify mengejar gabriel yang berlari begitu saja membawa kuasnya, yang menambah dirinya sebal gabriel malah tertawa melihat wajah sebalnya..

"hhahaha, jangan manyun dong! Mau nih gue cium?" gabriel masih saja berlari menghindari kejaran ify, sedangkan ify hanya pasrah mengejar gabriel yang menurutnya sangat menyebalkan itu.

"nyebelin banget sihh!! Gabriel! Balikin gak?" nada bicara ify meninggi, mungkin dengan begitu gabriel meluluh dan mengembalikan kuasnya dengan percuma dan ia bisa dengan tenang menggeluti aktivitas awalnya. Melukis

"ooo tidakk bisa!! Hhaha ambil dong" balas gabriel sambil menirukan gaya sule, bukannya membuat ify tertawa, ini malah membuat ify semakin dongkol sama gabriel

Ify menggeram pelan, terlintas ide jail diotaknya kala melihat seember air kotor bekasnya melukis, dengan sigap ify mengambil air itu dengan tangannya dan menghampiri gabriel yang lengah, dalam hitungan detik, wajah gabriel menjadi basah, membuatnya manyun semanyun-manyunnya. Berbalik dengan ify, ia malah tertawa terbahak-bahak, lucu sekali melihat wajah manyun gabriel.. Gabriel hanya pasrah melihat ify tertawa.

"hhahaha, aduhh gabiel-gabriel! Hhaha lucu muka lo"

"gak lucu ah fy! Masa muka gue jadi basah kuyup gini?" tukas gabriel sambil mengelap air yang tersisa dimukanya.

"mana airnya kotor lagi" sambungnya

"terima nasib ajaa :p hhaha" ify? Ia malah semakin tertawa melihat muka gabriel yang kotor akibat ulahnya.

Dengan jailnya gabriel melangkah menuju ember kotor tadi, dan mengambil air seperti ify tapi ini lebih banyak, soalnya kan tangan gabriel lebih besar. Dengan teganya ia siram air itu kemuka ify, alhasil muka ify pun basah kuyup. Kini giliran gabriel yang tertawa dan ify yang manyun.. Dan sore itu mereka habiskan bermain air.
***
Ify, atau alyssa saufika umari. Adalah seorang siswa SMA ANARIA, sekolah menengah atas yang khusus untuk seni, khusus untuk siswa yang berminat, menyukai bahkan berbakat di bidang seni, seperti seni musik, rupa, tari, bahkan drama. yaah seperti ify, yang memiliki bakat dalam seni lukis dan musik. Ify, siswa yang masih duduk di bangku kls XI SMA ANARIA memiliki wajah cantik, baik, sangat ramah. Mempunyai sahabat bernama Gabriel stevent damanik akrab disapa iel, bersekolah disekolah yang sama pula dengannya, ia sangat berbakat di seni musik dan teater, tak ayal kalau gabriel sangat mahir memainkan beberapa alat musik, dan suaranya juga sangat keren, ditambah karismanya yang begitu kental. Tapi sayang, sifat jailnya sudah melewati batas normal, makanya iel sering juga dipanggil Raja jail sama ify, bahkan satu kelas!
***
Menjadi salah satu mahasiswi di UI jakarta, tidaklah gampang. Apalagi jurusan seni, berbagai mala praktek yang sangat melelahkan terus saja memburu waktu ify, bahkan disaat libur seperti inipun ify masih harus menyelesaikan tugasnya, melukis!

Dulu.. Setiap dirinya melukis, selalu ada yang menemani. Selalu ada yang menghiburnya sehingga tidak merasa bosan, walaupun terkadang juga bisa menjadi pengganggu yang sangat ulum.

Dia rindu sosok itu, sosok sahabat yang selama ini pergi, menghilang. Ify sendiri tidak tau kemana gabriel pergi, dan itu yang selalu membuat dadanya sesak seketika.. Aah bukan! Bukan itu sajaaa.. Ada aktor lain yang berperan penting didalam kisahnya dulu, orang yang mampu membuatnya merasakan bagaimana rasanya jatuh cinta, mengetahui apa itu cinta.. Orang yang.. Sangat special. Orang yang selalu menjadi objek lukisnya! Selalu menjadi model dalam diamnya. Itulah dia.. Mario.
***
Beratus-ratus butiran keringat mulai membasahi tubuhnya, baju basket yang ia kenakan terlihat menyeplak dikulit saking basahnya, keringat yang menempel di ujung rambut spikenya menambah kesan keren pada dirinya. nafasnya yang tersenggal-senggal masih saja memburu, dulu sewaktu masih SMP, bermain basket setengah jam tanpa henti tak membuatnya selelah ini, apa karena faktor usia?..mungkin saja.. Yah bagaimanapun usia 18 sudah bukan tergolong masih muda, tenaganya saja sudah mengerut seperti ini.. hahhh hidup bergulir begitu cepat, pikirnya.

"hoyyy gue udahann dulu yaa" teriaknya pada teman-temannya yang lain.

"kenapa bro?" tanya cakka -teman satu timnya disekolah-

"gak papa sih, gue Cuma capek aja"

"gue juga udahan kok yo, barengan yuk.. Biasa ngantin" sambung teman yang satunya -alvin- sambil nyengir..

"alahh lo vin! Bilang aja lo mau ditraktir gue kan?" tanya rio dengan mata menyipit

alvin hanya menggaruk tengkuknya yang tidak gatal sama sekali sambil nyengir kuda.

"tuhh kann! Ketahuan banget tabiat lo vin!!" seloroh cakka, sambil merangkul rio

"lo juga gk beda jauh sama si sipit! Dodol" cakka memanyunkan bibirnya, sambil mengusap kepalanya yang dijitak rio

"hhahaha, dasar cakdut lo!! Ya udh kalau gitu kita ngantinn ajaa! yang bayarkan adaa.. Nohh" sedangkan yang ditunjuk alvin -rio- melengos, dan langsung merangkul kedua sahabatnya itu menuju kantin.. Dengan sesekali tertawa.

Dalam diamnya, ia tersenyum.. Senyum penuh arti sambil memandang kertas gambarnya, sangat-sangat puas melihat hasil coretan tangannya dengan gemetar, jantung yang selalu bekerja diatas normal setiap melihat wajah itu, walaupun masih dalam bentuk sketsa..

"Perfect!!" senyumnya semakin mengembang melihat sketsa wajah tampan yang ia gambar, melihat gambarnya saja sudah membuat jantungnya berdebar kencang, apalagi melihat langsung didepan mata!! Oh godd..

"Jangan diliatin terus" seseorang mengagetkannya dari alam khayalnyaa.. melihat wajah tanpa dosa didepannya membuat dirinya mendengus, hobi sekali dia mengganggu, gerutunya dalam hati

"hehh malah ngelamun!!" gertak orang itu lagi

"aduhh iel!! Bisa gak sih gak ngagetin gue mulu?!!" tanyanya ketus

"helooo! Ify sayang Denger! Klo gue gak nyadarin elo dari alam khayal lo itu bisa-bisa lo kesambet! Terus nanti gue kan yang repot?" cerocos gabriel tanpa henti

ify menghela nafas, mencoba sabar sama sikap sahabatnya yang suka seenaknya ini.

"denger ya iel, gue gk bakal kesambet juga kali.. Ngaco lo"

"siapa tau aja!! Eh, gimana sama rio?" tanya gabriel pelan

"maksud lo?" kening ify mengerut.. Apaan lagi maksudnya

"yaaa, tindakan yang bakal lo ambil. Deketin? Atau terus kayak gini?" tanya gabriel serius, ini pertama kalinya ia seserius ini.. Tentu sajaaa ia seperti ini, karena ini menyangkut hatinyaa.

"gue gak punya keberanian buat ngedeketin dia, mending kayak gini aja terus" jawab ify lemah ify, bukan! Bukan ia menyerahh sebelum bertempur, hanya saja ia belum menemukan senjata barunya untuk menggencarkan aksi PDKTnya itu..

"udahlah fy, lagian dia juga gak pernah liat lo kan? Mundur sekarang lebih baik dari pada nanti? tambah bikin lo sakit" saran gabriel, ada rasa sesak menghimpit dadanya, selalu sajaaaa... Setiap derai air mata yg ify teteskan hanya untuk rio, selalu membuat hatinya berdenyut perih.. Ntahlah rasa apa itu, yang terpenting untuknya membuat ify bahagia, itu saja cukup membuatnya tersenyum diatas perihnya..

'bener kata iel' batin ify

"liat nanti aja, gue mau ngapain! Itu terserah gue" ucap ify, setelah itu segera ia berlari ke arah kelasnya, membuat setetes air mata yang menggenang di pelupuk matanya terjatuh.. Deras dan semakin deras!!

"apapun bakal gue lakuin buat lo fy, apapun! kalau perlu, nyawa gue sekalipun! asal buat lo. Gue rela sakit asal lo bahagia fy" gumam gabriel lirih

"MAAF"
***
Lewat celah pintu ruang ganti dekat lapangan basket, ia melihat, ia mendengar semuanya.. Semua tentang perasaan gadis itu. Harusnya ia senang! Gadis pujaannya juga memiliki rasa yang samaa, tpi itu mustahil..

Rio duduk bersandar di belakang pintu, membatin perih, apalagi saat mengetahui bahwa gadis pujaannya selalu menangis karenanya.

Dengan kuat rio menghela nafas, menarik oksigen sebanyak-banyaknya, berharap rasa sesaknya mengurang..

"MAAF"

"yo, lo gk papa kan?" tanya cakka khawatir, takutnyaa sahabatnya itu kambuh lagi.

"gk kok kka, gue gk papa" lirihnya, ia menatap kosong alvin yang disebelahnya.. walaupun hanya dengan tatapan itu.. Alvin mengerti, karena alvinlah yang paling mengetahui rio.. Yah hanya alvin!

"tenang kka, lo yakin aja kalau dia gk papa"
Perkataannya barusan seperti boomerang sendiri untuknya.. Yakin!? Hhaha gue sendiri gk yakin dia baik-baik aja kka, batinnya tertawa miris

"yo, muka lo pucet.. Gue rasa lebih baik lo pulang. Gue tau kenapa lo kayak gini! Dia lagi kan?" rio hanya tersenyum miris mendengar pertanyaan cakka, yah diaaa.. Dia yang selama ini membuatnya bertahan! Dia yang selama ini membuatnya kuat.. Diaaa, hanya gadis itu.

"udahlah.. Mendingan kita anter rio pulang, lagian rio tadi juga berangkatnya bareng gue"

"oke!! kalo gitu gue kekelas dulu vin, mau bawa surat izin buat kita bertiga. Lo sama rio tunggu di mobil aja" setelah itu cakka pergi kekelas mereka, sedangkan alvin memapah tubuh lemah rio menuju parkiran.
***
Isakannya mulai mereda, sepertinya hanya dengan menangis perasaannya lebih baik, walaupun tidak seluruhnya rasa sesak itu hilang.. Tapi begini saja membuat hatinya lega.

Mata sembabnya beralih menatap keluar jendela, rintikan air hujan terus saja berjatuhn dengan deras membasahi bumi.. Saking derasnya menimbulkan bau khasnya tercium sampai ke kelas, hawa dinginnya menusuk pori-pori kulitnya.

"sampai kapan mau nangis gitu?" tanya gabriel sambil berdiri menghadap luar jendela, matanya menatap lurus kedepan.

ify diam saja, membiarkan sahabatnya itu mengutarakan apa yang ingin ia katakan!

"lo gak tau sampai kan? Gue rasa apa yg tadi gue bilang, bener-bener harus lo lakuin" dilihatnya wajah tirus sahabatnya itu, menelitinya dengan seksama, menelusuri setiap inci wajah cantiknya, terus memperhatikan ify yang ntah dari kapan mulai membuat hatinya berontak untuk memilik hati sahabatnya itu.

"tapi itu terserah lo, gue cuma mau yang terbaik buat lo" sambungnya, setelah itu ia berjalan dan menghilang dibalik pintu kelas..

Ify memandang sayu punggung sahabatnya yang sudah tak terlihat lagi, sepertinya melihat siluet sahabatnya lebih menarik dari pada harus bergabung dengan teman sekelasnya yang sedang menggosip ria..
***
Berbagai macam kabel merekat ditubuhnya, menyambung dari sebuah alat pemacu, aaahh bukan itu.. Alat pengganti jantung. Ketika orang yang mengalami penyakit jantung koroner itu kambuh, maka jantungnya harus diistirahatkan beberapa jam dan diganti dengan alat pemacu ini.. Seperti handphone yang sedang diisi batery..

Alvin dan cakka memandang sayu kedalam ruangan serba putih itu dari balik kaca, jika bukan seorang lelaki mungkin mereka sudah membiarkan buliran air mata itu mengalir, membiarkan kesedihan mereka tentang keadaan sahabatnya itu mengurang.. Seandainya.

"gue tau dia kuat vin" ujar cakka, suaranya menggetar menahan tangis..

"semogaa" satu tetes air mata itu terjatuh dari sudut mata alvin, membuat cakka juga ikut meneteskan air mata..

Sahabat, itulah sahabat! Dia yang ada disetiap saat kita butuh.. Dia yang selalu menunggu kita berbagi kesedihan, dia orang pertama yang sedih saat kita sedang sakit, diaa yang selalu menjadi penopang saat kita benar-benar jatuhh..
***
Mengingat kedua siluet itu pergi.. Menghilang begitu saja membuat hatinya mengerut menahan perih yang berdenyut nyeri.. ia tak sekuat itu..

Ify kembali melihat kanvas yang putih bersih itu, sudah berjam-jam ia lalui ditaman ini.. Taman dekat rumah dengan berbagai aksen bunga membingkainya, sangat pas untuk tempat melukis. Namun nihil tak ada yang menarik perhatiannya, tidak ada..

Matanya ia pejamkan, lalu menghela nafas dan menghembuskannya dengan kasar.. Mencoba mengusir bayangan masa lalu yang terus bergelayut manja di otaknya, seperti menunggu giliran untuk diputar..
***
"apa bik? Gabriel pergi? Kemana bik?" ify terus saja mendesak bik minah -pembantu gabriel-. Memang setelah kejadian dikelasnya waktu hujan itu, gabriel tidak pernah terlihat lagi.. Dan sekarang yang membuat ify terkaget-kaget adalah kenyataan yang cukup menyakitkan.. Gabriel pergi!! Dan itu artinya tak ada lagi sahabat yang selalu menemaninya, tidak ada lagi sahabat yang senantiasa membantunya jika ia kesulitan!! Tidak adaaa..

"ma..maaf non, bibik tidak tau den iel kemana" ujar bik minah menunduk,

"mana tante sama om? apa mereka tau tentang ini?" sederet pertanyaan terlontar begitu saja dari mulut ify, sangat tidak percaya jika harus kehilangan sahabat seperti ini.. Tragis lagi, gabriel meninggalkannya dalam tanda tanya besar! bahkan tidak meninggalkan sepucuk surat, ataupun kabar apapun kepada ify..

"tuan dan nyonya masih diluar negeri non"

Air mata yang sedari tadi dibendungnya, lagi-lagi harus jatuh dengan perasaan perihnya, menangis dengan keadaan jatuh terduduk, membiarkan rasa sedih yang terbelenggu dirinya membuncah ruah dengan air matanya.. Biarlahh, biarlah ia menangis.. Mungkin saja dengan seperti itu akan membuat perasaan sakitnya akan sedikit berkurang..

Sementara bik minah hanya memandang ify dengan tatapan penuh rasa iba..

***
Biarlah air mata itu yang berbicara, ketika mulut tak mampu lagi berbicara menceritakan kesedihannya..
***
Air matanya meluruh jugaa, air mata yang sedari tadi dibendungnya kini mengalir bak sungai dikedua pipinya..

Kanvas yang tadinya putih, kosong, sekarang tampak berwarna, walaupun hanya garis-garis hitam yang tergores oleh kuas ditangannya..

Dengan derai air mata yang terus mengalir, kesakitan hatinya yang menjadi, kehilangan dua orang yang begitu berharga untuknya yang semakin membuat hatinya mengosong itu, ify lukiskan pada sebuah kanvas putihnya, goresan cat air berwarna hitam pekat itu membentuk sebuah jalan berkelok, menggambarkan betapa rumitnya jalan hidupnya.. Betapa abstraknya kisahnya.. Betapa menyedihkannya takdirnya..
***
Diruang serba putih ini, rio masih tebaring lemah dengan berbagai alat pemacu jantungnya.. alvin dan cakka yang senantiasa menunggu rio, dengan harapan merekaaa yang tersisa, harapan yang tersisa akibat gugus terkikis kenyataan yang membuat mereka mencelos sendiri..

Hanya ada deru nafas yang saling menerpa diantara mereka, baik alvin maupun cakka, tak ada yang berbicara.. Mereka hanya memandang kosong sosok sahabat mereka yang terbaring lemah itu..

Krieetttt... Suara decit pintu yang terbuka, menampakan sosok tinggi semampai dengan wajah yang sangat pucat.. Dengan tertatih-tatih, ia berjalan kearah alvin dan cakka berada.. Sementara mereka memandang kaget terhadap sosok yang muncul dari balik pintu itu..

"vin.. K..kka.. Gimana ke..keadaan ri..rio?" tanyanya terbata-terbata.. nafasnya tersenggal-ternggal, kulit sawo matangnya berubah menjadi kuning langsat yang pucat, bibirnya memutih..

"i.. Iel? Lo ngapain disini?" tanya cakka sambil berlari kearah gabriel, dan segera menopang tubuh gabriel yang nyaris terjatuh.

"gak papa, gue.. Cuma mau liat kondisi kembaran gue" ujarnya lemah, sesekali merintih kesakitan dibagian ulu hatinyaa.

"tapi kan lo juga lagi sakit iel" seloroh alvin.. Ia berjalan mendekat kearah gabriel dan membantunya duduk di sofa.

"gue gak papa, lebih sakit ngeliat dia nangis dari pada kondisi gue yang kayak gini vin kka.." gabriel menggumam lirih.. Air matanya terjatuh mengingat ify.. Dihapusnya air mata itu dan tersenyum..

"gue mau dia bahagia, gue gk mau dia nangis.. dan gue tau rio punya perasaan yang sama kayak ify. dan penyakit rio itu yang membuat mereka gak bisa bersatu.. Maka da..dari itu, gue mau nyi..nyingkirin be..benalu i..itu" dengan susah payah akhirnya gabriel mampu menyampaikan maksudnya datang keruangan khusus rio..

Cakka mengepalkan tangannya, emosinya meledak mendengar perkataan gabriel, ia tidak habis pikir gabriel akan melakukan hal senekat itu..

"lo.. Gilaa yel!!" geram cakka pelan, matanya memandang gabriel tajam..

"tahan kka, lo gk boleh ngelakuin hal buruk sama iel.. Inget" cakka memandang sayu alvin seraya menganggukan kepalanya dengan pasrah..

Gabriel tersenyum.. Nyaris.. Sedikit lagi ia bisa melihat senyum manis itu tercipta kembali dari bibir mungil sahabat yang begitu ia sayang.. dengan perlahan, mata gabriel terkatup rapat.. Tak ada nafasnya lagi.. Tak ada gabriel si raja jail.. Tidak ada!

Sedangkan kedua orang tua mereka -gabriel dan rio- hanya mampu menangis.. Melihat kepergian putra sulung dari salah satu putra kembarnya..

Alvin dan cakka tak mampu lagi berkata, hanya satu yang mampu mereka perbuat untuk iel.. Mewujudkan permintaan terakhir gabriel! Itu pasti.. Membuat senyum manis itu tercipta kembali..
***
Tepukan lembut menyadarkannya dari lamunannya.. Dengan cepat dihapusnya lelehan air mata yang tersisa, dengan senyum miris ia balikan badannya menghadap sosok tinggi itu..

Ia mematung.. ia tak menyangka akan bertatap muka seperti ini dengan dirinyaa.. Orang yang semasa SMAnya mencuri hatinya bahkan sampai sekarang!! Mario..

"hai ify" untuk yang pertama kalinya ia mengucapkan sederet kata untuk ify, membuat jantungnya jumpalitan seperti ini, ia tersenyum manis.. Sangat manis

"ha..hai juga ri..rio" balas ify tergagap.. Tubuhnya mematung, jantungnya mulai berdetak diatas normal, seperti ada yang menggelitik hatinya melihat rio.. Sentilan halus dihatinya membuat dirinya merasa geli, sepertinya darahnya yang mendesir itu menjalar cepat membubuh di kedua pipinya menimbulkan semburat merah malu..

"apa kabar fy?" tanya rio, ia sendiri sudah bisa mengendalikan perasaannya.. Mengontrol detak jantungnya agar tidak seenaknya melompat dari tempatnya saking gugupnya..

"baik-baik aja.. Lo sendiri?" sepertinya ify juga mulai terbiasa..

"kayak yg lo liat, gue baik-baik aja, em fy.. Maaf yaa"

Kening ify mengerut.. Maaf? Untuk apaa???, pikirnya

"buat?"

"buat semuanyaa, semua sikap yang dari duluu gue tunjukin ke elo, maaf karena gue gk pernah mau jujur sama perasaan gue sendiri..." rio menggantungkan perkataannya.. Sementara ify hanya melihat rio dari samping, menatap puas wajah rio yang selama ini hanya mampu ia tatap dari jauh..

"sebenernya.. Selama ini gue suka sama lo, dari dulu banget dan sampai sekarang" tutur rio sambil terkekeh pelan

ify membulatkan matanya, tangisan haru mulai membanjiri wajah cantik ify..

"lo.. gak bercanda kan yo? Lo serius?" tanya ify dengan senyum harunyaa...

"gak, ngapain gue bercanda. Gak ada gunanya lagi.. Gue serius fy" mata rio beralih menatap ify, senyum manisnya masih terbingkai manis di wajahnya.. Digenggamnya tangan ify dengan lembut..

"jadi.. Lo mau gak jadi cewek gue?" tanya rio lembut, menatap teduh mata bening dihadapannya..

Sementara ify masih terus menatap rio, mencari ketulusan dari matanya.. Setelah itu ify mengangguk.. Dan ternyemum manis.

"iya gue mau rio" nampak kelegaan di hati rio.. Dengan lembut dibimbingnya ify kedalam rengkuhan hangatnya.. Menenggelamkan wajah gadis itu di dada bidangnya..

'lo liat kan iel? Gue akan jaga diaa'

"oh iya fy, ada sesuatu yang mau aku kasih liat kamu" ify melepas pelukannya dan menatap rio heran..

"apaa?"

"ikut aku"
***
Pada akhirnya ify tau.. Kemana rio membawanya.. Melihat tempat dimana satu-satunya sahabatnya berada sekarang..
Air mata yang telah menyurut kembali meluruh, ify bersimpuh di samping Gundukan tanah merah itu.. Perlahan diusapnya nisan usang yang tertera nama Gabriel Stevent Damanik itu dengan isakan tertahan.. Dipandangnya lama nisan itu dengan mata sayu dan sembab.. Sementara rio dengan pelan mengusap pundak ify, menghela nafas sebelum bersuara.. Ia sendiri tidak tahan membendung air matanya.. Berjatuhan begitu saja.. Biarlah dia menyampaikan apa yg ada dihatinya dengan air matanya.. Berharap gabriel mendengar, dan memberi dia kekuatan untuk menceritakan apa yg ingin disampaikannya itu..

"katakan apa yang sebenarnya terjadi rio?"

"oke" rio menghela nafas sekali lagi, ternyata menghilangkan rasa sesaknya sangat sulit.. Setelah sedikit mereda, ia bercerita sambil menatap lirih nisan kakak kembarnya itu..

"diaa baik, dia jiwa aku fy.." rio mengatakan beberapa kata itu dengan miris

"mm..maksudnya?"

"aku sama dia sebenernya kembar.. dulu kita emang hidup sama-sama, gk ada yg namanya perselisihan, apalagi dendam! Sama sekali gak ada fy.. Sampai saat itu datang, aku difonis dokter mengidap jantung koroner waktu aku berumur 5 tahun.. Dan mulai dari situ perhatian mama sama papa seluruhnya dikasih ke aku.. saat itu pula sikap gabriel sama aku berubah, dia milih buat tinggal sama tante dan om, tapi setelah kita SMP gabriel sering sakit dan kata mama dia difonis kanker hati stadium dua.. Saat itu juga perhatian mama sama papa kebagi ke aku dan iel.. Kamu tau sendiri kan fy kalau kamu sama iel udah bersahabat dari SMP, aku sering liat kamu sama dia main bareng, dari situ aku mulai suka, bahkan sayang sama kamu sampai SMA aku baru sadar kalo aku gak akan bisa jaga kamu, maka dari itu aku selalu mencoba buat ngelupain kamu dan merelakan kamu buat gabriel.." ify mendengar penuturan rio dengan seksama sampai akhirnya ada kalimat yang janggal dihatinya..

"kamu bilang, ngerelain aku buat iel? Maksudnya apa yo?" tanya ify bingung, air matanya belum berhenti mengalir..

"iya, karena dia suka sama kamu, dia sayang sama kamu fy.. tapi dia tau kalau kamu suka sama aku, dia juga tau kalau aku juga suka sama kamu, dia berkesimpulan kalau aku sembuh, aku sama kamu pasti bisa bersatu, dan dia rela ngorbanin apapun demi buat kamu bahagia, sampai kankernya mencapai stadium akhir, dia minta alvin, cakka, juga mama dan papa buat donorin jantungnya buat aku" tutur rio, suaranya melemah diakhir kalimatnya.. Sesak didadanya kembali menghimpit tanpa ampun, menuntut kelenjar bening di matanya terus memproduksi air mata..

"dia suka sama aku?" tanya ify tidak percayaa.. Bagaimanapun! Gabriel adalah sahabatnyaa.. Orang yang selama ini ia anggap kakak sendiri..
"maaf yel, aku gak tau, aku gak pernah sadar kalau selama ini kamu suka bahkan sayang sama aku, sampai akhirnya kamu kayak gini demi aku, maaf yel" hanya itu yang bisa ify ucapkan
"gue janji yel, gue bakal jaga ify, lo tenang ya disana" janji rio
Sebelum meninggalkan pusara gabrie ify usap lagi nisan sahabatnya itu, sebelum akhirnya mereka benar-benar meninggalkan tempat sakral itu, tempat akhir semua manusia bersimpuhh.. Mereka pergi..

'Makasih yel'

Abu putih itu lenyap, melebur dihantam angin.. Hanyut kembali keasalnya meninggalkan seulas senyum merekah dibibirnya.. Dan perlahan menghilang..

Saturday, 8 October 2011

-Kepergiannya-(when the light comes) A short Story.


Mengapa ketika cahaya itu datang, ia malah pergi.. menghilang, meninggalkan sejumput rasaku disini. Sendiri..

***

Bayangan baru mulai meluncur di bola mataku. Haruskah aku tersenyum atas semua ini? Ataukah, menangis.. berduka atas semua ini?. Itu semua karena aku.. jika bukan hanya demi diriku, ia tidak akan pergi secepat ini. Meninggalkan aku disini. Sendiri seperti ini.. meskipun cahaya itu baru saja mulai menyapaku kembali, menyambut matau dengan riangnya, tetapi mengapa tawaku seakan tak bisa menderu, menyerukan kemenanganku atas takdir ini! Kenapa justru semua itu serasa beban untukku? Mengapa rasanya, sesesak ini? Wahai takdir! Mau sampai kapan kau menghukumku seperti ini?

***

Tawa hangatku, hanya untukmu.. satu-satunya orang yang kumiliki saat ini, seorang yang begitu aku cintai.. sahabatku

***



Hari ini, seperti biasa aku harus pergi kesekolah.. bosan yah? ahhh memang rutinitasku seperti ini, setiap hari, terkecuali hari sabtu dan juga minggu, tentu saja libur.

huhh, dengan melipatkan tanganku didada, dan sedikit memanyunkan bibir terus saja aku berjalan dikoridor sekolah. Gak penting mau dibilang orang apa.. lagi, lagi dan lagi! Di rumahku tidak ada siapa-siapa.. hanya ada pengasuhku sejak kecil, suster adia. Dia sudah ku anggap seperti ibu sendiri, mengapa begitu? Yaa mana pernah ibu kandungku sendiri berada di rumah apalagi ayahku, selalu saja mementingkan urusan bisnisnya dibandingkan aku. Anak mereka sendiri! Ish nyebelin kan? Kalau boleh ya, dari dulu aku udah minta sama tuhan untuk hidup sebagai orang biasa saja, tidak muluk hanya sederhana!.. tapi kaya akan kasih sayang, dan keluarga yang harmonis. Cukup seperti itu.. nah ini? Sarapan pagi bareng-bareng aja susahnya minta ampun.. kalau kayak gini terus bisa-bisa makan hati deh-,-

“ weitts, kenapa nih tuan putri? Tumben banget baru dateng muka udah ditekuk gitu? ” ish, udah tau lagi bete gini.. malah diejek—dasar rio jelekk!!

“ diem deh lo yo, gue lagi bete tauuuu ” sukurin aja tuh si rio jelek! Budek-budek deh tu anak kena toa gue pagi-pagi.. hhahaha

“ ebusett dah, toa lo fy.. pantesan aja toa mesjid deket rumah gue ilang. Elo yang ngambil toh? ” uhh dasar!! Mario jelekkk..

“ tau ah ” males banget ngeladenin mahluk satu itu.. bukannya bikin mood gue balik, malah nambah ancur yang ada-_-

Dengan kasar, aku banting tuh tas di bangku, dan mendudukan pantatku di kursi sebelah si rio jelek! Kenapa? Yaiyalah orang gue sebangku sama dia..



Eh iya, belom kenalan yah? kenalin dong namaku ify atau alyssa saufika umari. Aneh ya? Dari alyssa ok bisa jadi ify? Jangan tanya!! Aku aja gak tau asal-usulnya dari mana tuh nama.. umurku baru 16tahun, masih duduk di kelas XI IPA 1 di SMA Global Aria. Keluargaku? Hihh males banget ngomongin keluarga, walaupun kenyataannya ak masih punya keluarga yang bisa dibilang utuh! Tapi menurutku tidak! Sangat tidak utuh.. kenapa? Ya itu rahasia :p di ataskan udah tuh, ayah ibuku memang bekerja sebagai direktur di perusahaan mereka masing-masing. Dan beginilah aku, seorang anak manusia yang sangat kesepian-.- mau tau gak, orang ganteng –menurutnya sendiri- yang duduk disebelahku ini?.. dia namanya Mario stevano aditya haling. Dia sahabatku dari kecil, kami udah sama-sama sejak dari SD.

Aku lirik rio disampingku, dia lagi senyam-senyum sendiri -senyum yang menurutku gak banget- kayak orang gila. Heran juga sih.. kenapa nih anak?



“ yo ” eh si rio gak nyaut-nyaut!!

“ rioooo ” udh diteriakin aja baru noleh. Itupun masih dengan muka senyam-senyum gajelas, ditambah mukanya itu loh. Watados pemisaaa!! Ckckk. Ku tarik nafasku dalam-dalam, geregetan banget sama si rio—“

“ lo kenapa sih? Pagi-pagi udah senyam-senyum gitu? Kesambet lo? ”

“ enak aja lo! Gue gak papa kok, Cuma lagi seneng aja ” jawab dia, lantas senyam-senyum lagi. Ckckk, dia juga jitak kepala gue!! Huhh dasar..

“ ish, gue juga tau kali kalau lo tuh lagi seneng, tapi seneng kenapa mario ganteng? ” tanya gue, wih sumpah.. penasaran banget nih. Jarang-jarang loh liat si rio senyam-senyum gitu. Diakan termasuk kategori anak yang em, jaim cool gitu.

“ tau gak fy? ” gue Cuma geleng-geleng kepala polos. Yaiyalah gak tau, dia sendiri aja belum ngasih tau! Gimana sih..

“ heh, gue belom selesai ngomong tau ” gue Cuma cengengesan gak jelas aja. Hhaha

“ emang apaan sih? ”

“ gue udah jadian dong! ” hehh? Si rio jelek udah jadian? Berarti udah punya pacar dong? Haduhh kok rasanya aneh gini sih?

“ hahh? Sama siapa? Curang nih, gak cerita-cerita ” seloroh gue, eettapi rasanya agak panas gini yah? kenapa sama gue? Heran dong! Harusnyakan ikut seneng, sahabat udah punya pacar. Tapi kok ini? Ahhh gak mungkinn!!

“ sama... sivia ” ujarnya serius, dilihat dari pancaran matanya. Dia emang bener-bener lagi seneng..

DEG-DEG! Eh eh, ini kenapa kok jantungku jadi gini? Ada yang sakit rasanya! Denyut denyutnya perih sekali.. di sini, dihatiku. Tiba-tiba aja kayak sesak gini sih? Haduhhh... jangan sampe!!

Jam pelajaran pertama aku lewati dengan perasaan yang masih campur aduk, antara senang, rasa perih itu, sakit itu, kecewaku dan semuaaanya. Arrrggghhh.

***

Aku kira semuanya akan berjalan dengan mulus. Tidak ada yang namanya kehancuran. Oh tidak.. tuhan! Lihat, prahara itu mulai beraksi, menggencarkan aksinya! Menghancurkan setiap harap yang selama ini aku bubuh, dengan tak sadar...

***

Suara alunan musik beat dari DJ, benar-benar memenuhi ruangan ini, memekakan kedua telingaku. lampu berkelap-kelip menambah kesan meriahnya.. banyak orang yang sedang menari, bergoyang mengikuti irama musiknya.. membuatku mau tidak mau ikut bergoyang di lantai dansa.

Malam ini, aku memang sedang berada di sebuah club. Ini memang bukan salah satu kebiasaanku, aku hanya menghadiri pesta ulang tahun temanku. Agni. Aku datang bersama gabriel, kakak kelasku. Tadinya aku mau pergi bersam rio, tapi tau sendiri kan? Kalau rio pasti berangkat bareng sivia. Uhh kenapa setiap kali ku ingat mereka bukan lagi berstatus teman melainkan pacar, benar-benar membuat dadaku mendadak sesak! Munkin kapan saja aku mau, air mataku siap meluncur sia-sia kalau saja aku tak punya malu. Aneh juga sih, ini adalah pertama kalinya aku mengalami perasaan gelisah seperti ini! Bahkan sewaktu mendengar cakka –cowok yang pernah kutaksir- jadian dengan agnipun rasanya tak sesesak dan sesakit ini! Tapi kok, denger rio dan sivia jadian, rasanya beda???

‘maaf, ini semua demi kamu...’

***

Ketika ku menyadari rasa ini.. mengapa prahara dengan mulusnya menghancurkan semuanya? Cinta yang diam-diam ku pendam selama ini, dengan sekali hentak! Mampu membuat diriku terhempas jauh.. sangat jauh.

***

Dengan lunglai, aku berjalan dipinggir jalan. Sebenarnya pesta ulang tahun agni blum selesai. Tapi ya karena perasaanku semakin kalut saja, apalagi ketika melihat rio dan juga sivia sangat dekat, mesra sekali. Membuat hatiku kembali berdenyut nyeri.. apa ini yang namanya cemburu?

Langkahku terhenti ketika kurasa ada tangan kokoh yang menjegal(?) pergelangan tanganku erat, dengan berat hati, aku menoleh kearah orang tersebut! Pria tampan, berwajah manis, pancaran mata yang selalu teduh, serta senyum khas yang selalu membingkai di wajah manisnya.



“ kenapa pergi gitu aja cantik? ” uhhh, perlakuan yang mampu membuatku blushing! Sangat lembut.

“ gak papa kok kak ” ku usahakan biasa saja. Agar air mataku tak menete dihadapannya..

“ kalau gak papa, terus kenapa kamu tiba-tiba pergi gitu aja? ” tanyanya lagi..

“ aduh kak iel, beneran deh. Ify Cuma bosen aja disana ”

“ ya udah kalau gitu, kamu mau langsung pulang? Atau jalan-jalan dulu? ”

“ langsung pulang aja deh kak, udah male juga ” jawabku tersenyum kecut. Andai saja, aku bisa mencintai kak iel.. orang yang jelas-jelas mencintaiku dengan tulus dan juga.. nyata.

***

Ku kira hari ini adalah hari bahagiaku. Tap ternyata... takdir berkata lain. Semuanya berbeda dengn harapku..

***

Langit mendung kian membelenggu saja, menyatu dengan dinginnya pagi ini.. membuat siapa sajanyang merasakan seolah-olah terperangkap dalam penjara es! Dengan perlahan, rintik-rintik tangisan langit berjatuhan, seakan mewakili air mataku..



Kak iel mengarahkan mobilnya kearah toko bunga, sesuai permintaanku. Ini pertama kalinya aku menjenguknya setelah kepergiannya. Hatiku terus saja berdenyut nyeri, darahku mendesir hebat tanpa ampun. Ingin! Aku ingin sekali lari dari kenyataan ini. Tapi sungguh, itu sulit. Sangat sulit.

Setelah sampai di toko bungan itu, aku memutuskan untuk membeli serangkai lili putih kesukaannya, hal yang paling aku tau dari kecil..

Di mobil seketika hening, hanya ada deru kendaraan yang berlalu lalang di jalanan, aku ataupun kak iel sama sekali tidak berniat untuk menegur satu sama lain.. seperti canggung, munkin. Pikiranku mulai berorasi kembali ke masa lalu, saat..

***

Inilah jalanku! Dimana, aku akan berlari dari segunduk takdir yang kini aku jalani. Membebaskan diri layaknya tawanan penjajah.. menuju kemerdekaan. Tapi itu tidak mungkin...

***

“ fy ” sepertinya aku kenal dengan suara ini. Seperti.. rio? Ah tidak mungkin, riokan tidak pernah lagi bersamaku setelah jadian dengan sivia.

Tapi tunggu, rio? Bukannya pria hitam manis yang ada didepanku saat ini, rio kan?



“ ri..rio? ” tanyaku ragu, rio sendiri mengerutkan kening. Kenapa sih?

“ dasar ipong! :p ya gue riolah, kenapa sih? Kayaknya aneh gitu? ”

“ em, eng.. enggak papa sih ” huhh gilaaaa!! Gugup banget.. ternyata bukan Cuma karena gue suka sama rio jadi gini.. gak deket beberapa minggu aja udah ngebuat gue jantungan kayak gini-,-



Hehhh ternyata diluar hujan.. terpaksa deh aku tunda dulu pulangnya, dari pada nungguin mang asep di sekolah, lebih baik aku menunggunya dihalte. lagian mang asep –sopirku- belum jemput-jemput juga. Karena bosan, aku berjalan lebih kepinggir halte, hei tunggu! Itukan rio? Dia kok hujan-hujanan begitu???



Tiiddddddiddd!!



Dengan spontan aku berlari menerobos hujan, setelah kudengar suara klakson dari arah kanan rio menggema.. Kulihat rio diam terpaku, kurasa ia kasima! Semacam kaget gitu, dan akhirnya gak bisa ngapa-ngapain saking kagetnya.. Dengan sekuat tenaga ku dorong rio! Ku dengar rio berteriak memanggilku, dan..

BRAKKKKKKKKK!

Kudengar dengan jelas suara dentuman orang terjatuh menghantam aspal, setelah itu semuanya gelap! Pekat..

***

Seusai kejadian naas itu, hidupku menjadi hitam.. Bahkan, semuanya gelap! Tidak ada cahaya sedikitpun. Yah, setelah kejadian itu, dokter dg lemah menegaskan bahwa aku.. Mengalami kebutaan krena kepalaku terbentur aspal dengan keras. Awalnya aku syok, sangat syok!! Itu artinya.. Hidupku tidak akan seperti dulu.. Aku cacat! Aku buta!..

Rio sendiri? Ku dengar rio baik2 saja, dan aku bersyukur atas itu. Setelah mendengar kabar bahwa aku buta. Selama dirumah sakit, riolah yang selalu menemaniku, menjagaku, dan menjadi mata keduaku.. Sampai akhirnya.. Hal yg tak pernah aku duga! Ternyata tuhan masih sayang padaku.. Ia mengirimkan malaikatnya untuk menolongku. Mengembalikan cahayaku kembali. Dan aku bersyukur -lagi-

***

Ketika cahaya itu kembali, bukan kepedihan yg kumau! Hanya bahagia yg kumau.. jika boleh memilih, jelas aku akan memilih untuk buta saja, ketimbang harus hidup tanpa dirinya..

***

"fy, ada kabar gembira" ucap seseorang, yg kuyakin itu kak iel. Kok bukan rio sih? Rio kemana?



"kabar apa kak?" tanyaku, meskipun sedikit kecewa karena bukan rio yg menemaniku kali ini, melainkan kak gabriel.



"ada yg mau mendonorkan matanya untuk kamu"



Tuhann, apakah ini yg disebut keajaiban?? Apakah kuasamu telah engkau perlihatkan pada hamba? Jika benar, ku mohon selamanyaa! Aku ingin bahagia..



"beneran kak? Alhamdulillah" aku bersyukur! Aku beryukur padamu tuhan..



Setelah mengikuti beberapa tes kecocokan mata, akhirnya waktu operasipun tiba, rasanya deg-degan banget!! Tapi, rasanya ada yg hilang.. entah apa itu, aku sendiri tidak tau.

***

Gerimis kepedihan mulai melebat, mengundang tangisku kembali.. Sesaat aku terpaku melihat nisan itu.. Sebuah pusara orang yg paling aku sayang! Mario stevano... Rio!!!!!



air mata yg selama ini aku redam, akhirnya melebur bersama air hujann.. Deras semakin deras! Isakan piluku membahana seiringnya petir yg semakin menggelegar.. Sakit tuhann.. Melihat nisannya saja aku tak kuasaaa. seluruh tulang kakiku serasa dilolosi dengan keji! Nafasku memburu seolah menyiratkan emosi yg tertahan mulai tertandas! Dengan sarkastis, aku jatuhkan diriku disamping pusara rio, kuremas tanah basah itu.. Membiarkan segumpal amarahku menguasai diriku sementara, membubuhi setiap helaan nafas yg selama ini aku pertahankan demi rio. Dan kini? Rio pergi.. Meninggalkan aku sendiri.. Dia jahatkan? Dia bahkan pernah berjanji sewaktu kecil. Tidak akan, pergi meninggalkan aku..

Bulshitt lo rioo!!! Teriakku.. Sungguh sakit ya tuhann.. Mengapa kau buat aku seperti ini? Mengapa takdirmu kejam sekali terhadapku? Kenapa? Kenapa tuhaann??? Ini sungguh tidak adil..!

***

Mengapa secepat itu takdir merenggut kebahagiaanku? Mengapa disaat aku bahagia, disaat pula aku harus menelan pahitnya sebuah kenyataan..

***

Operasi yg kujalani berjalan lancar! Satu titik cahaya menerobos selaput mataku, sedetik kemudian datanglah beratus juta cahaya yg menyerbu mataku, memperlihatkan cahaya baru mereka dengan semangat!! Aku tersenyum bahagia.. Terimakasih tuhan.

Sesaat aku terdiam, ada apa didalam amplop ini? Kenapa kak iel menyerahkannya begitu saja kepadaku lantas keluar ruang rawatku begitu saja? Ish aneh banget..



Ku buka surat itu...



Apa kabar tuan putri?



Tuan putri? Deg-deg-deg.. Heii jantungku!! Ada apa dengan jantungku? Kenapa detakannya semerta-merta tak beraturan seperti ini? Kenapa hatiku jadi tak tenang seperti ini? perasaanku was-was seketika.. Ku ingat rio.. Dia yang selama ini memanggilku tuan putri.. dan ini kenapa? Kenapa dia menulis surat seperti ini?



‘Pasti heran ya? kenapa gue nulis surat kayak gini? Hhehe biar bkin lo penasaran aja sih sebenernya.. Eh gak deh, gue serius nih.

Setelah lo baca surat ini, mungkin gue udah gak ada.. dan lo pasti tau kan gue ini siapa? Pasti dong, gue kan si rio ganteng.. sahabat lo :D

Lewat surat ini, gue mau ngejelasin tentang perasaan gue.

Sebenernya udah lama gue suka sama lo fy, udah lama bangettt. lo tau sivia? Dia cuma sepupu gue, gue minta dia buat jdi pacar pura2 gue. Kenapa? Karena gue gak mau di saat gue pergi elo gak bisa ikhlasin kepegian gue. Idih GR banget ya gue.. Haha tpi gue berharap banget loh fy.. Wkwkkk



Dengan mulusnya, air mataku meluruh.. Bersamaan dengan hancurnya perasaanku saat ini. Tuhaaannn! Jadi selama ini rio punya perasaan yg sama denganku? Tapi.. Tapi kenapa, kenapa rio melakukan hal bodoh seperti itu? Kenapa? Kenapa rio gak ngungkapin yang sejujurnya sama aku?.



‘masih bingung ya fy? Kenapa omongan gue ngelantur kayak gitu? Sebenernya, udah lama gue ngidap penyakit leukeumia. Tau leukeumia kan? Hhehe, iyap bener banget, kanker darah. Gue stadium akhir fy, huhhu. Kasian banget yah hidup gue.

Gue makasih banget fy, berkat elo gue punya alasan untuk tetap hidup, tujuan gue untuk melindungi elo, tpi sayangnya semua itu belum bisa gue lakuin.. karena gue tau, selama penyakit ini masih menggerogoti tubuh gue, gue gak bakal bisa Nepatin janji gue waktu dulu, buat selalu ngejaga elo dan gak akan pernah ninggalin lo. Maaf. Dan makasih, elo udh mau nolongin gue dari kecelakaan itu, harusnya elo gk usah repot-repot gitu.. Hhehe dan untuk menebus kesalahan gue, semoga mata itu berarti buat lo. Dan gue mohon jangan nangis lagi ya tuan putri.. Good bye!! -Mario-



Aku pejamkan mata ini, tetes air mata ini masih belum bisa kuhentikan.. Mengalir begitu saja. ku remas surat itu dengan lemas, mendudukan diriku di pojok ruang rawatku. Kupeluk lutuku dan membenamkan kepalaku disana.. Maaf, karena gue belum bisa berhenti nangis rio..

***

Rohnya kembali.. Namun hatinya hanya ada bersamaku.. Menempati tahta tertinggi.. dihatiku..




TAMAT.

Thursday, 6 October 2011

YOU STILL IN MY HEART


Aku, aku memang hidup serba berkecukupan. Ke dua orang tuaku adalah orang yang terpandang, aku juga memiliki sahabat yang begitu pengertian, baik, dan juga menerimaku apa adanya, juga yang selalu ada untukku, selalu siap mensupportku. Tapi mengapa, hidup ini terasa hampa ?.

Aku juga termasuk anak yang cerdas, baik, dan parasku pun lumayan cantik. Pandai bermain piano, bahkan sebagian alat musik lain, seperti biola, gitar, dan harmonika. Aku sangat bersyukur dengan talenta yang aku miliki. Tapi kenapa hidupku terasa kelam ?.

Aku memang tergolong sebagai anak yang paling beruntung dapat memiliki itu semua, mendapatkan kasih sayang yang lebih dari mereka, tentunya orang tuaku dan sahabatku. Tetapi mengapa ada sesuatu yang hilang, sesuatu yang belum aku miliki, cinta. Yah rasa cinta. Entah kenapa aku tak bisa mendapat hal yang satu itu. Hufth.

***
Pagi ini begitu mendung tak biasanya, pikirku. Yah seperti biasa, setiap pagi ku selalu menyibukan diri untuk mempersiapkan diri pergi ke sekolah, yah setelah libur panjang, akhirnya aku kembali ke sekolah. Tak terasa kini aku sudah SMA, senagnya !. berarti aku sudah dewasa.

Entah mengapa sejak tadi pagi hatiku begitu bergetar, apa yang terjadi padaku ?. ku lihat dia, seseorang yang terlihat begitu sempurna dimataku. Seorang laki-laki bertubuh tinggi dan berkulit hitam manis. Entah mengapa aku begitu tertarik padanya.

Ohh tidakk… ia mendekat, ya tuhan tenangkan hati ini, jantungku berdetak kencang, memberontak rasanya seperti ingin keluar, matanya teduh, begitu nyaman menatapnya. Ya tuhan tolong hentikan waktu ini, sekejap saja. Ku mohon.

Ku tatap ia lekat, jantungku berdetak semakin cepat, hatiku begitu kacau, pikiranku goyah seketika, aliran darahku menjalar begitu cepat. Ya tuhan apa ini ?. apa mungkin ini yang namanya jatuh cinta ?.

Hidupku tanpa cintamu
Bagai malam tanpa bintang


‘SRETT’
Ia melewatiku ?, ‘DEG’ ya tuhan sakit rasanya. Ia sama sekali tak menoleh padaku ?, sekedar tersenyum pun enggan ?. saat itu pun hatiku begitu perih, ada kekecewaan tersendiri di hatiku, tapi entah apa itu. Detak jantungku seakan berhenti, sedingin itukah sikapnya ?.

***
Satu minggu sudah aku bersekolah di sekolah baruku ini, SMA tentunya. Begitupun dengan perasaan ini padanya rio. Yah rio, Mario Stevano Aditya Haling namanya. Dan semakin dingin pula sikapnya padaku, setiap berpapasan denganku tak pernah sekalipun ia tersenyum, selalu saja tatapan sinis yang ku terima, miris memang. Tapi walaupun seperti itu, aku tak pernah bosan, tak pernah mengeluh akan sikapnya, aku selalu bersabar, yah walaupun terkadang aku putus asa dan mencoba menghapus rasa ini tapi apa yang ku dapat ?, rasa ini semakin dalam padanya. Ohh tuhan apa ini takdirku ?, mengagumi tanpa dicintai ?. sungguh menyedihkan.

Siang ini seperti biasa ku selalu menyempatkan diri duduk-duduk di kantin sekolah, tentunya bersama sahabatku sivia. Hhm, sekedar mencuci otak yang habis di asah dengan berbagai mata pelajaran. Sungguh melelahkan.

“heii ify, melamun saja kamu” tegur sivia sedikit menepuk pelan pundakku, dan duduk disampingku dengan semangkuk baksonya. Yah dia sivia sahabatku sejak kecil.

Sontak aku menoleh ke arahnya, yah tentu saja aku sangat kaget.

“hha, eng..enggak ko via” ucapku terbata-bata yah sedikit kewalahan juga aku menjawabnya. Masa iya sih aku harus mengatakan pada sivia, kalau aku sedang memperhatikan rio yang lagi main basket ?. uppss !.

“hhaha, lucu kamu fy” tawa sivia.

Aku menatapnya dan mengerutkan kening, seakan bertanya ‘maksudmu ?’. sepertinya sivia mengerti akan maksud tatapanku, lantas menjawab.

“ahh, sudahlah lupakan” ujarnya lagi.

Aku pun kembali pada kegiatanku semula, yah tentu saja memandangi rio dengan tatapan sayu. Ya tuhan, akankah aku dapat memiliki hatinya ?. sedangkan sivia ?. sudah tenggelam pada rutinitas awalnya makan bakso.

***
Hari ini, kembali ku harus menelan kepahitan akan resiko rasa cintaku ini. Melihat ia dengannya, terlihat begitu nyaman sepertinya. Yah shilla, siapa yang tak mengenalnya ?, gadis cantik, bertubuh langsing, tinggi dan putih ini, juga tentunya gadis yang pintar, yah cukup terkenal seantero sekolahan. Sungguh beruntung bukan ?. terlihat begitu mesra menggandeng tangan rio, yah rio otang yang berhasil menyita perhatianku dan juga hatiku. Mereka begitu serasi. Sungguh.

Entah mengapa mataku panas, dadaku begitu sesak, tentu hatiku hancur melihat itu semua. Sesakit inikah patah hati ?. ohh tuhan tak bisakah kau hapus perasaan ini ?.

Perlahan air mataku turun, setetes demi setetes, semakin deras, melihatnya begitu menusuk ulu hatiku. Sakit ya tuhan. Saat itu pula aku berlari, berlari semakin kencang, menjauh sekedar menenangkan hati ini. Taman. Yah taman, itulah tempat tujuanku saat ini. Seperti yang ku tau sebelumnya taman ini begitu sepi, tempat yang memang tepat aku datangi saat ini. Ku luapkan emosiku disini. Berharap sakit hatiku akan sedikit berkurang.

Ya tuhan. Jika memang ini takdirku, mengagumi tanpa dicintai, aku ikhlas ya tuhan. Tapi ku mohon, sadarkan dia, betapa besarnya rasa cintaku padanya. Aku rela ia menjadi miliknya, tapi tolong tuhan buatlah ia menganggapku ada, merasakan adanya ragaku yang selalu ada untuknya.

“Arggghhh… apa aku salah memiliki rasa ini ?, apa aku seseorang yang begitu hina di matamu, sehingga dirimu tak pernah melihat diriku ada?. Tolong lihat aku, anggap aku ada. Aku tak peduli akan perasaanmu padaku, aku tak peduli. Yang ku mau hanya satu, anggap aku ada” teriakku, ahh lega rasanya. Tapi mengapa hati ini bertambah sakit ya tuhan ?. apa yang harus aku perbuat ?. beri tau aku !.

Cintaku tanpa sambutmu
Bagai panas tanpa hujan


‘JDERRR’
Petirpun menggelegar mewakili betapa hancurnya hatiku saat ini. Hujan pun turun, membasahi belahan bumi pertiwi ini, seakan mengiringi kesedihan hatiku saat ini. Menangis. Yah menangis, hanya itu yang bisa aku perbuat. Berharap akan membuatku lebih baik.

***
Pagi ini begitu cerah, semua orang menyambutnya dengan senyuman. Tapi aku ?, sungguh memprihatinkan, dengan mata yang bengkak, wajah yang pucat, dan badanku yang terlihat begitu lemah, tak berdaya. Yah seperti keadaan hatiku yang masih sakit karenanya.

Ku lihat ia berjalan kearahku, tepat berhenti di depanku. Aku menunduk, aku takut akan tatapan matanya, begitu juga dengan jantungku yang berdetak begitu cepat, aliran darahku seakan bekerja extra di dalam tubuhku. Luka hati ini masih sangat membekas, aku tak berani melihatnya, tatapan matanya yang begitu tajam. Tuhan tolong aku.

“tolong, jangan terlalu memperhatikanku” ujarnya tajam tapi tetap dingin.

‘DEG’
Aku terdiam, ucapannya bagai jarum tajam yang menusuk ulu hatiku, sakit ya tuhan. Kata itu, sangat menyakitkan bagiku. Mataku terasa panas, buliran air mataku pun perlahan menetes, sungguh aku tak sanggup lagi membendungnya.

“hilangkan rasa itu” ucapnya lagi, nadanya sangat memaksaku.

‘DEG’
Untuk ke dua kalinya ia mengatakan kata itu. Kata-kata itu sangat sukses membuat tubuhku semakin bergetar, air mataku mengalir begitu saja, tapi ku coba menahan sakit ini, mencoba tegar. Tapi kenapa, begitu sakit ya tuhan. Apa dia tak pernah berfikir akan perasaanku ?.

“lupain gw” ucapnya kembali.

‘DEG’
Untuk kesekian kalinya kata itu terucap dari mulutnya. Ya tuhan hatiku panas mendengarnya, kata itu, sangat-sangat membuatku marah, kecewa, bahkan semakin sakit di hati ya tuhan. Teganya kamu mengatakan semua itu rio !. tapi, mengapa raga ini tak bisa memberontak ?. apa aku begitu sabar selama ini ?. sabar akan semua sikapnya yang tak pernah menganggapku, tapi rio ?, dengan mudahnya mengatakan semua itu. Menyuruhku menghapus rasa itu. Terlalu kamu rio. Aku terus menangis, tak peduli akan sorotan mata yang iba akan diriku.

Jiwaku berbisik lirih
Ku harus milikimu


‘PLAKK’
Ohh tuhan aku menamparnya ?. begitu menyayat hati melihatnya, ia ku tampar ?, ma’af. Tapi apa itu memang balasan yang setimpal untuknya ?.

“jaga mulutmu, kau memang sungguh tak berperasaan” ucapku, aku begitu emosi, aku marah, aku kecewa, aku sakit ia perlakukan seperti ini. Ya tuhan kuatkan aku menatap matanya.

“iya, aku memang tak punya perasaan. Justru itu, jangan menggangguku dengan adanya perasaanmu yang lebih padaku” ujarnya tajam, semakin sakit tuhan, tegarkan aku. Ya tuhan mata itu, mata yang begitu teduh, tapi mengapa terlihat kesedihan disana. Kenapa ?.

“kau memang sungguh bodoh, kau tak tau betapa ku mencintaimu ?. dengan gampangnya kau mengatakan semua itu ?. aku tak pernah menginginkan perasaan ini ada, aku tak tau mengapa rasa ini ada. Tapi apa aku salah memiliki perasaan ini ?. apa kau juga tak pernah mengerti akan perasaan ini ?, sakit io, sakit. Bahkan kata-katamu itu sangat membuatku sakit. Kau tau itu ?” tangisku, sungguh aku tak bisa menahan sakit ini. Perlakuannya sungguh sangat kelewatan.

Aku katakan semuanya, semua unek-unek yang Selama ini aku pendam. Cukup, cukup aku sakit dengan sikapnya padaku. Apa lagi ini, kata-kaya itu. Walau begitu singkat tapi membekas. Tuhan, bebaskan aku dari perasaan ini.

Aku kepalkan tanganku, mencoba mengatur emosiku. Sungguh aku lemah saat ini. Aku berlari, berlari dan berlari. Entah mengapa kaki ini tak mengeluh untuk aku bawa berlari, tak ada sedikitpun rasa lelah disana. Hanya sakit, sakit yang kurasa. Sungguh menyiksa tuhan.

‘BRESSSS’
Hujan turun lagi, mewakili segala kepedihan hatiku. ya tuhan. Begitu dalamkah luka ini ?, begitu pedihnyakah hati ini ?. Damn.

Ohh tuhan, penglihatanku kabur, kepalaku terasa berat, berat sekali. Ku rasa ada sesuatu yang mengalir dari hidungku. Oh tidak darah ?. mengapa ?, seketika semuanya berubah menjadi putihh dan gelap.

***
Ku buka mata ini, berharap semua yang ku alami itu hanya mimpi, mimpi buruk. Tapi begitu nyata. Putih ?, kulihat sekelilingku, serba putih. Tercium bau obat-obatan disana ?. dimana ini ?. ku lihat ia, wanita paruh baya yang sedang tertidur lelap. Yah dia mamaku.

“kamu sudah sadar sayang ?” Tanya mama padaku, ia menangis ?, apa yang terjadi ?.

“iya mah” jawabku, lemas sekali aku, sedikitpun tak bertenaga. Kenapa ini ?.

“aku dimana mah ?” Tanyaku pada mama. Ia mengelus lembut rambutku dan tersenyum padaku, senyum kepedihankah ?. tapi kenapa ?.

“kamu di rumah sakit sayang, penyakitmu kambuh. Dan kemarin kamu pingsan” jelas mamaku. Aku tersenyum kecut, sungguh memang aku di takdirkan hidup dengan penyakit ini. Yah tervonis kanker otak stadium akhir, 2 tahun lalu.

Aku terdiam tak membungkam. Ya tuhan apa ini akhir hidupku ?.

***
Hari ini aku pulang dari rumah sakit, sungguh lega rasanya, bisa terbebas dari ruangan yang begitu pengap akan bau obat-obatan. Sungguh menyesakkan bukan ?.

Satu minggu berlalu, aku tak bersekolah selama itu ?, yah tentu karena penyakitku yang kambuh. Sungguh aku merindukan sekolahku, sahabatku sivia, sudah lama rasanya aku tak bersamanya. Dan tentu dia, rio. Aku merindukannya, sangat merindukannya. Tapi apa mungkin ia juga merindukanku ?. ahh, kurasa tidak.

Aku bisa membuatmu
Jatuh cinta kepadaku

meski kau tak cinta kepadaku

“huhh” ku hela nafas panjang, mengumpulkan keberanianku. Aku memasuki gerbang sekolahku dengan senyuman, yah walaupun terlihat sangat dipaksakan.

Ku berjalan dikoridor sekolahku, suara itu memanggilku, aku mengenal suaranya, dia sivia. Sahabatku.

“ify…aku kangen banget sama kamu” teriaknya, ia lantas memelukku erat sekali, aku pun membalas pelukannya. Walau tubuhku masih sedikit lemah, tapi aku coba untuk tersenyum, bersikap seperti biasa dan menahan sakit dikepalaku, sepertinya kambuh lagi. Ya tuhan kepalaku begitu sakit, jangan sekarang tuhan, aku tak mau melihat sivia khawatir ya tuhan. Aku melepas pelukan sivia, aku kembali tersenyum paksa. Keringatku mulai membasahi pelipisku, kakiku melemah. Aku tak mau tuhan, jangan sekarang. Aku mohon.

“ify, kamu kenapa ?, kamu pucat sekali, apa kamu masih sakit ?” Tanya sivia sangat khawatir. Yah aku juga menyadarinya, wajahku semakin memucat, keringatku semakin banyak. Sakitnya pun sungguh ya tuhan, aku tak kuat.

“enggak kok vi, aku tak apa-apa, tenanglah” jawabku mengelak, sungguh itu sangat tidask benar, sakit sekali. Kepalaku semakin memberat. Ku harap tak ada darah kali ini. Semoga.

Aku dan sivia pun berlalu menuju kelas, sesekali ku gigit bibirku, menahan rasa sakit yang semakin menjadi. Disana aku melihatnya, tatapan sinis sangat terlihat dari raut wajahnya. Tatapannya untukku kah ?. kuatkan aku tuhan.

Beri sedikit waktu
Biar cinta datang karena telah terbiasa


Aku tersenyum kearahnya, walau miris tapi ku coba melupakan semuanya. Ku coba menepis perasaan ini, tapi tak bisa, jantungku kembali berdetak tak menentu. Sungguh tak kausa aku menahan semua ini, rasa sakit yang masih berbekas di hati, dan rasa sakit di kepalaku yang semakin menjalar ke seluruh organ tubuhku. Oh tidak tanganku kaku, sakit ya tuhan. Aku tak sanggup.

Aku berjalan mendekatinya, ku ulurkan tanganku, mencoba tersenyum. Ia terlihat bingung dengan sikapku. Ku tarik tanganku kembali, ku coba setegar mungkin mengatakan semua ini, ku rasa sedikit lagi darahku kan menetes dari ujung hidungku, jangan sekarang. Ku mohon. Batinku.

“selamat yah” ujarku, aku tersenyum padanya, mugkin untuk terakhir kalinya. Ku ucapkan kata itu dengan sekuat tenaga, mencoba setegar mungkin agar suaraku tak terdengar bergetar menahan tangis, dan aku berhasil. Tapi tidak tuhan, mata ini semakin buram, kepalaku sangat pusing dan berat. Darahku menetes ?. ohh tidak.

“untuk ?” tanyanya sinis, ya tuhann kuatkan aku.

Aku tersenyum getir, sedetik ku berbalik, mencoba mengusap darah yang mengalir dari hidungku. Segera aku berbalik lagi mencoba menatapnya dan kembali tersenyum. Mencoba setegar mungkin di depannya, tak ingin sedikitpun aku terlihat lemah di matanya. Seperti waktu lalu.

“karena kau berhasil membuatku sadar, betapa beratnya resiko akan jatuh cinta, harus mampu berkorban demi orang yang kita cintai bahagia, bukankah itu yang di namakan cinta yang tulus ?”. ucapku mencoba menjelaskan, aku sedikit menghela nafas. Dan melanjutkan penjelasanku kembali…

“dan aku sadar, aku bukanlah seseorang yang pantas untukmu, dan aku pun rela mengorbankan cintaku demi dirimu, demi kebahagianmu, aku ikhlas. sungguh”. ucapku terhenti, buliran air mata tak bisa ku tahan, begitu saja menetes. Ku hela nafas berat lagi, dan kembali melanjutkan penjelasanku.

“dan terimakasih, karena kau telah mengajarkanku bagaimana bentuk cinta, bagaimana indahnya mencintai, yah aku tau meski tak di cintai. Walaupun begitu aku tetap bahagia, dapat merasakan indahnya jatuh cinta dan karenamulah aku pun bisa merasakan sakitnya akan patah hati”. Jelasku kembali, air mataku terus mengalir tak dapat ku tahan, begitu sakit mengatakan semua itu. Dan untuk ke dua kalinya aku terlihat lemah di hadapannya, aku sungguh tak kuasa menahan semua ini.

Tubuhku lemas, seluruh tubuhku seakan kaku, darahku berhenti, detak jantungku melemah, kepalaku semakin berat, nafasku sungguh sangat sesak, dadaku perih, semuanya tersa sakit. Ohh tuhan beri aku waktu, sebentar saja. Ku mohon.

Aku berbalik dengan sekuat tenaga, ku berlari, tak peduli akan keadaan tubuhku yang kian melemah, darahku kembali menetes dari hidungku, aku menangis. Menangis dan menangis. Semua itu, rasa itu, apa akan berakhir ?. hidupku ?, apa akan berakhir saat ini juga ?. Ya tuhan aku tak siap. Sekejap semuanya berubah menjadi putihh setelah itu kembali gelap, sangat gelap. Dimana ini ?.

***
Simpan mawar yang kuberi
Mungkin wanginya mengilhami

Ku lihat mama, papaku menangis, di depan sebuah ruangan serba putih. Mengapa ?, apa yang terjadi ?. aku mendekat, orang itu yang berbaju putih dengan kacamatanya, terlihat memberi kabar pada ke dua orang tuaku, terlihat raut kesedihan pada orang itu, yah tepatnya seorang dokter itu. Kenapa ?.

Ku terus berjalan mendekati mama dan papaku, mencoba menenangkan mereka, tapi mengapa tak bisa ?, seperti ada dinding pembatas antara aku dengan mereka. Tapi apa ?. aku terus berjalan mendekat, tapi mengapa begitu jauh, bahkan semakin menjauh dari mereka. Terlihat seorang gadis berlari, memeluk mamaku, menangis, ia sivia sahabatku. Kenapa dengan sivia ?. ada apa dengan mereka ?.

Aku mencoba mendekat, dengan sekuat tenaga, akhirnya aku dapat mendekati mereka, sedikit lega rasanya. Aku tersenyum, senyum kepedihan, melihat mereka, ke dua orang tuaku dan sahabatku menangis, miris sekali, sakit melihat mereka seperti itu. Apa yang terjadi ?. aku tak tau. Aku telusuri arah pandang mereka, mengarah ke subuah ruangan. Terlihat seorang gadis terbujur kaku disana, para susterpun akan segera menutupkan kain putih pada jasadnya.

‘JDERR’
Ya tuhan, itu..itu aku ?. aku meninggal ?, oh tidak tuhan. Tolong bangunkan aku, siapa saja tolong bangunkan aku dari mimpi buruk ini, ini pasti mimpi kan ?. tuhan aku mohon, aku belum siap, aku tak sanggup meninggalkan mereka, mama, papa, sivia, dan rio. Rio laki-laki yang sangat aku cinta. Ku mohon tuhan.
***
Hari ini hujan turun sangat lebat, terlihat kerumunan orang mengelilingi segundukan tanah basah, pemakanku, yah pemakamanku mereka semua mengantakanku menuju peristirahatan terakhirku. Apa hujan ini mengantarkanku juga ?, tentu dengan berbagai kepedihan di masa hidupku. Hujan ini ikut menangis menyaksikan akhir hidupku. terlihat mama, papa, sivia, dan teman-teman sekelasku disana juga menangis, meratapi kepergianku ?. tuhan bangunkan aku !.

Sudikah dirimu untuk
Kenali aku dulu

Ia, ku cermati ia, seseorang yang menarik perhatianku, ia usap nisan yang bertuliskan ‘Alyssa Saufika Umari’ yah itu nisanku. Tunggu, ia menangis ?, ohh tidak rio. Tuhan aku mencintai rio, ku mohon bangunkan aku kembali, aku menginginkannya tuhan. Aku tak sanggup berpisah dengannya. Walau ku tau, meski aku masih hidup pun ?, tak akan membuat hatinya goyah, tak akan membuat perasaannya berubah, tak akan pernah membuatnya jatuh kepelukku. Tapi izinkan aku memeluknya tuhan. Sekali ini saja. Ku mohon.

Semua telah pulang meninggalkan aku, jasadku. Yah hanya jasadku, dan yakinlah roh ku akan tetap bersama kalian, aku akan tetap ada di hati kalian. Percayalah.

Tapi kenapa ia, rio sama sekali tak bergeming, tak sedikit pun merubah posisinya. Ia usap lagi nisanku, mengecupnya, di bawah rintikan air hujan yang semakin deras. Ia menangis lagi ?. tuhan, aku tak sanggup melihatnya menangis, hatiku sakit melihatnya tuhan. Ku coba mendekatinya, merengkuhnya, mencoba memberi kehangatan, dekapan pendamai, walau tak ia sadari. Tapi ku yakin ia merasakan kehangatan dekapanku. Semoga. Sungguh sayang, aku telah tiada. Tak bisakah kau ulang kembali hidupku tuhan ?.

Sebelum kau ludahi aku
Sebelum kau robek hatiku

Aku tersenyum, dan berbisik tepat ditelinganya.

‘aku akan tetap ada bersamamu, yakinlah. Tetapkan aku dihatimu, untuk terakhir kalinya ku meminta, berjanjilah. Ragaku memang tiada, tapi jiwaku akan selalu ada bersamamu. Percayalah. Jasadku memang terkubur, tapi hati dan perasaanku akan tetap untukmu. Percayalah Mario. I love you. You still in my heart’

Rio, ku lihat ia tersenyum. Dan berlalu meninggalkanku dengan segala kenangan pahit yang ku terima.

Aku bisa membuatmu
Jatuh cinta kepadaku
Meski kau tak cinta
Kepadaku

Beri sedikit waktu
Biar cinta datang karena telah terbiasa



TAMAT