-Saksi Bisu Gadis Piano-(Sahabat Baruku)
Terdengar dentingan nada yang mengalun begitu apik, berasal dari sebuah alat musik piano. Grand piano putih yang sedang dimainkan oleh seorang gadis dengan begitu apiknya, menambah kesan wahh dari aura keduanya. Amazing. Dengan penghayatannya yang begitu menjiwai lagu yang dimainkan, meskipun hanya instrumentnya saja. Tetapi mampu membuatnya terhanyut, terbawa arus mendawai dari permainannya sendiri. Seperti berperan sebagai lakon dalam cerita dibalik lagu ini. Persis.
Matanya terpejam, darahnya mendesir setiap kali menyusuri larik nadanya, degupan jantung yang terus berpacu hebat setiap mengikuti lirik lagunya. Mungkin ini akibat dari bungkamnya selama ini. Membuatnya kaku untuk bersua, jangankan bersua selayaknya orang normal, bahkan bergumam dalam hatipun sangat enggan, seperti ada kecanggungan tersendiri. Aneh sih..
Hampir 2 tahun gadis ini tak pernah berbicara, bergaul dengan segelintir orangpun bahkan teman sekelasnya saja tidak pernah. Entah apa alasannya. Piano, yah piano. Hanya benda itu yang selalu menjadi temannya bahkan bisa dikatakan sahabat terbaik baginya. Tentu, karena menurutnya hanya piano yang selalu mengerti keadaannya, selalu menjadi sandaran saat ia bersedih, menjadi teman curhatnya, mungkin kalau boleh berlebih ya, alyssa tanpa piano sama saja mati. Wah wah berlebihan. Tapi itulah kenyataannya.
Alyssa, tepatnya Alyssa Saufika Umari, seorang gadis yang masih belia berumur 14 tahun dan juga masih duduk dibangku kelas 3 SMP Habia Music School. Siapa sangka gadis yang akrab disapa ify ini dulunya adalah anak yang periang, cerewet, dan sangat briliant dalam hal nekan-menekan tuts piano dan menghasilkan nada apik yang selalu saja indah. Itu dulu! Sekarang? Sekarang hanya ada ify yang pendiam, tak banyak bicara bahkan nyaris tidak pernah berbicara sejak 2 tahun yang lalu. Hanya satu yang tidak pernah berubah, kecintaanya terhadap musik! Utamanya piano. Yah ify masih tetap bermain piano, dan -menurutnya- piano adalah hal yang paling berharga untuknya. Setidaknya untuk saat ini.
***
Berbeda ditempat lain. Seorang bocah laki-laki, kira-kira berumur 14 tahun. Nampaknya sedang asik menggenjreng gitarnya asal. Sembari memandang hamparan langit malam yang hitam legam tanpa penerangan bintang-bintang bahkan –menurutnya- cahaya bulanpun semakin lama semakin meredup saja, entah memang kebetulan atau apa, ia rasa hatinya juga ikut meredup sejalan dengan cahaya bulan yang semakin tenggelam ditelan pekatnya malam. Tiba-tiba ingatannya kembali pada kejadian tadi siang, dimana mama dan juga papanya –yang menurutnya- mengambil suatu keputusan secara paksa, yang membuatnya keresahan malam ini.
_Flashback_
“ Rio, papa lihat dari bakat kamu, sebaiknya kamu pindah ke sekolah yang khusus untuk musik nak ” ujar papa rio tiba-tiba. Membuat rio tersedak makanannya. Memang siang ini papa rio sengaja pulang ngantor lebih awal dari biasanya, hanya untuk mengatakan sesuatu pada anak semata wayangnya ini.
“ ia yo, mama setuju dengan usulan papamu itu. Mungkin saja dengan kamu bersekolah di sekolah yang khusus musik, bakat kamu itu bisa lebih diasah lagi dan bisa saja bakatmu juga menjadi masa depanmu nanti. Lagian suara kamu keren banget loh yo ” timpal mamanya dengan sangat antusias, membuat rio semakin melengos.
“ tapi ma, pa. Bentar lagi kan rio ujian ” sangkal rio, wajahnya memelas. Em, mungkin saja hati mama dan papanya meluluh sehingga tidak jadi memindahkan sekolahnya?. Tapi sepertinya keputusan kedua orang tuanya kali ini benar-benar harus ia turuti.
“ dengar ya rio, kalau masalah ujian kan disekolah barumu juga bisa. Lagian disana juga pelajarannya seperti disekolah lamamu itu, hanya saja di sekolah yang sekarang ini lebih mengutamakan musik gitu loh ” iya juga sih, pikir rio. ‘Lagipula prestasi gue dibidang musik gak begitu jelek kok malah kalau boleh PEDE nih ya, bisa aja gue jadi salah satu anak paling berbakat disana. Selain suara gue yang super soft, gue juga lumayan mahir dalam bermain musik kok, kayak gitar sama drum gitu’. Pikir rio lagi. Dan mau tak mau!! Ya ia harus menuruti keinginan mama, papanya ini. Hhhh
“ iya udah kalau emang mau papa sama mama gitu, mau gimana lagi?. Memangnya rio mau dipindahin ke sekolah mana? ” tanya rio, sesekali menyuapkan nasi goreng kemulutnya. Walaupun agak terpaksa sih bilang –iya- nya. Toh tujuan mama, papanya ini juga semata-mata untuk masa depan rio.
“ ke SMP Habia Music School, kamu pasti suka deh yo. Anak-anak disana juga katanya baik dan ramah semua, pastinya mereka juga punya bakat masing-masing yang tidak bisa diremehkan begitu saja ” cerita mamanya, nampaknya mama rio ini sangat bernafsu sekali memasukan rio ke sekolah itu -,-
‘ Habia Music School? Itukan sekolah music terdepan di indonesia. Selalu melahirkan banyak musisi-musisi handal dan berskil setiap angkatannya. Tidak hanya mengandalkan vocal saja tetapi kemahiran dalam bermain alat musikpun sangat berpengaruh di dunia persaingan sekolah itu. Dan bukan hanya itu saja, HMS juga adalah salah satu sekolah yang unggul dalam hal akademik dan nonakademik, berbasis internasional lagi. Ckckkk. Not badlah’ pikir rio –lagi-.
“ hm oke, rio setuju ” putus rio. Meskipun agak ragu sih.. gimana gak ragu! Orang saingannya nanti benar-benar berkelas seperti itu!
_Flashback Off_
“ hhhufthh ” rio menghel nafasnya pelan
“ apa mungkin gue bisa bersaing di sekolah musik terdepan itu? ” rio menggumam dengan lesunya, wahwah rio, rio tadi saja pede banget bakalan jadi siswa paling berbakat disana. Kok sekarang jadi pesimis begini sih?
“ lah? Bukannya tadi gue pede banget ya bisa jadi siswa paling berbakat di HMS? Kenapa sekarang jadi pesimis gini? Alah udah ah optimis aja ” desahnya lagi. Setelah puas menggenjreng gitarnya –lebih tepatnya sih ngegalau-, kemudian rio melangkahkan kakinya menuju tempat tidurnya dan memilih untuk merefreshkan otaknya sebelum keberangkatannya besok menuju sekolah barunya. Kan tempatnya lumayan jauh. Sebenernya rio ini bisa dibilang besok pindahan, soalnya kan Habia Music School itu semacam sekolah yang berasrama gitu.
***
Ketika simfoni itu berhenti mengalun. Akankah kisahnya turut berhenti ataukah masih berlanjut?
***
Dengan tergesa-gesa ify berjalan di koridor sekolahnya, menuju kelas 3re. Kelasnya. Dengan membawa beberapa macam partitur piano(?) untuk di hafalnya. Tanpa ia sadari dari arah kiri tepat di pertigaan koridor sekolahnya, ada seorang bocah laki-laki yang seumuran dengannya tengah berlari. Matanya terus saja melihat kepergelangan tangannya –mungkin melihat jam-. Dan otomatis ia tidak melihat kedepan dengan seksama dan akhirnya..
‘BRUKK’
Ify hanya meringis sakit sambil terduduk dilantai. Sedangkan kertas yang ia bawa berserakan dilantai. Tak jauh beda dengan bocah laki-laki yang menabraknya.
“ ehh ” bocah laki-laki itu kontan saja tersentak kaget. Dengan gesitnya ia berdiri dan memunguti kertas-kertas ify yang berserakan dilantai itu, Dengan senyum di sodorkannya kertas-kertas itu pada ify. Setelah memastikan ify mengambil kertasnya kembali, ia tersenyum kecil melihat wajah ify yang –sepertinya- heran atau apalah itu, sejenis terpana mungkin?.
“ Ehm, maaf ya gue gak sengaja ” ujar bocah laki-laki tadi sedikit kikuk. Pasalnya mata ify tak hentinya memandangnya seperti itu. Sedangkan tangannya ia ulurkan kembali untuk membantu ify berdiri.
Ify? ia hanya terperangah kaget melihat sosok didepannya ini, senyumnya, wajahnya, warna kulitnya. Aahh sangat mirip dengan diaa!! Mata ify terus melihat lekuk wajah bocah laki-laki tadi. Sedangkan bocah laki-laki itu mengerutkan kening, heran degan tatapan ify padanya.
“ hei, lo gak apa-apa kan? ” tangan mungilnya ia ayunkan didepan wajah ify, dengan kagetnya ify tersadar lantas mengangguk dan tersenyum.
“ ayo gue bantu ” dengan ragu ify menyambut uluran tangannya
“ eh iya, nama gue rio. Mario Stevano Aditya Haling. Elo? ” tanya rio –bocah laki-laki tadi- mereka tengah berjalan menuju kelas. Setelah sebelumnya bertanya pada ify, ya walaupun hanya dijawab ify dengan memperlihatkan gantungan tasnya yang berbentuk 3re pada rio. Dan itu artinya ia sekelas dengan ify.
Ify menoleh kearah rio, ia memperlihatkan kertas partitur pianonya yang terdapat nama Alyssa di atasnya.
“ oh, nama lo alyssa? Oke alyssa salam kenal ya ” meskipun sedikit heran sih dengan ify. Yang –menurutnya- sedikit aneh, tapi tetap saja rio tak hentinya mengembangkan senyum bersahabat kepada ify.
Ify tersenyum dan mengangguk, sedangkan tangannya beralih mencopot gelangnya yang berbandul miniatur sebuah piano putih yang tertulis nama ify disitu. Dan memperlihatkannyaa pada rio.
“ ify? ” kening rio mengerut kembali, lantas mengambil gelang milik ify, dan menoleh lagi kearah ify yang tengah menganggukan kepala.
“ jadi nama panggilan lo ify? ” ify kembali mengangguk. Gak tau kenapa rio mengerti dengan semua maksud ify, tanpa harus bertele-tele meminta maksud yang lebih jelas. Setelah puas melihat gelang ify yang -menurutnya- sangat unik, segera rio mengembalikan gelang itu pada ify. Sampai akhirnya mereka berdua sampai di kelas 3re.
***
Kira-kira sudah 3 bulan rio bersekolah di HMS, dan selama itu pula rio tidak pernah mendengar suara ify. Tapi toh itu tidak menjadi batasan untuk rio berteman dengan ify.
Sekarang rio dengan berada diruang musik bersama kedua teman barunya, alvin dan cakka.
“ eh vin, lo tau gak kenapa ify ga pernah mau ngomong? ” tanya rio sambil memainkan gitarnya.
“ wah kalo itu sih ya mana gue tau, gue kan juga baru pindah kesini pas kelas 2. Dan selama gue disini juga mana pernah gue denger dia ngomong ” jawab alvin
“ harusnya yang tau kan elo yo, lagian elo kan dari awal masuk disini udah deket sama ify ” timpal cakka
“ iya sih, tapi gue gak berani kalau harus nanya langsung sama dia. Takutnya ntar dia marah lagi sama gue ” serah rio lemah. Bukan maksud rio ingin mencampuri urusan orang sih! Tapikan tetap saja, yang dipermasalahkannya itu tentang sahabat barunya ini. Si ify.
***
Simfoninya teryata masih berlanjut. Roda kehidupannya kembali berjalan! Melawan arus balik.. memutar sedikitnya memori kelam dalam hidupnya.. dulu
***
Sesampainya diruang musik, langsung saja ia duduk di tempat favoritenya. Depan piano. Kebetulan hari ini sekolahnya pulang cepat, dan ify rasa dengan pergi keruang musik itu, ify bisa sedikit mengobati rasa rindunya terhadap seseorang. Dan itu alasannya ify singgah di ruang musik ini –setelah lama tidak pernah lagi bernostalgia diruangan ini-. Dan dengan perlahan ia lantunkan sebuah nada yang selalu menjadi favoritenya –lagi- ketika diruang musik. The moment- yiruma. Tak butuh waktu lama, masa itu seakan kembali menyapanya. Walaupun masa itu ia nyatakan sendiri sebagai masa terkelam dalam hidupnya tetap saja, karena saat ini ia hanya sedang merasa rindu. Rindu akan sosok itu! Tapi disisi lain masa itu adalah awal dari kisah ify menjadi si bisu. Awal dari perubahan sosok ify. Dan masa itu pula yang membuatnya –seperti- kehilangan separuh jiwanya.
_Flashback_
Dengan gelisah orang tua ify menunggu, menunggu sesuatu yang belum pasti. –sesuai harapan mereka kah? Atau bahkan jauh dari harapan mereka- sementara di dalam ruangan serba putih itu terdapat seseorang yang sedang berjuang antara hidup dan mati.
Hati mereka tak tenang, keringat juga air mata bersimpuh menjadi satu. Bahkan tangisan seorang gadis kecilpun turut meriuhkan suasana.
Teeetttt..
Pintu ruang operasi terbuka. Keluarlah seorang laki-laki paruh baya dengan stelan serba hijau –pakaian khusus operasi-. Dokter itu menghampiri kedua orang tua ify dengan wajah tegang bercampur sedikit syok juga.
“ bagaimana keadan dia dok? ” tanya papa ify dengan suara lemah sambil menopang tubuh istrinya yang masih terisak dibahunya.
“ maaf pak! Saya sudah berusaha semaksimal mungkin. Namun tuhan berkata lain ” tutur dokter itu menyesal. Selama ia merawat pasiennya yang satu ini, tak pernah sekalipun mendapat kendala seperti tadi. Yah meskipun kesehatannya sering drop, tetapi tidak sampai koma seperti tadi. Bahkan ia sendiri yakin bahwa pasiennya itu dapat sembuh, ia yakin seperti itu karena semangat anak itu begitu besar. Dengan mottonya sendiri ‘aku harus sembuh, demi adek dok’. Tapi nyatanya tuhan berkata lain, ia lebih memilih memanggilnya kembali kepangkuannya.
“ a..apa maksud dokter? ” tangisan mama ify semakin menjadi
“ sekali lagi maaf bu.. gabriel sudah meninggal ”
Deg.. Deg..
Tanpa mereka sadari, disana ada seorang anak kecil yang berdiri mematung! Air matanya terus saja merembes keluar, tubuh mungilnya seakan membeku. Dan inilah awal dari kebisuannya! Sampai akhirnya sifat kedua orang tuanya berubah, yang dulu sibuk sekarang menjadi semakin sibuk karena memperbanyak proyek kerja mereka, dengan alasan –jika berada dirumah, mereka malah semakin terlarut kedalam kesedihan yang berlanjut karena kenangan dari anak sulungnya itu- dan melupakan sosok anak bungsunya dalam kebisuannya sendiri. Hanya sendiri!
_Flashback Off_
Setelah nada terakhir dimainkan, ify lalu membuka matanya yang sempat terpejam. Tidak ada sedikitpun air mata disana. Karena -menurutnya- air mata hanya membuatnya terlihat lemah saja.
***
Mengenang sebuah perpisahan memang perlu. Tapi tidak juga harus menjadikannya sebuah alasan untuk menjadi yang berbeda, dengan tujuan –tidak ingin mengulang-. Saat sekeping asa itu kembali, raihlah.
***
6 bulan bukanlah waktu yang lama. Bahkan bukan waktu yang cukup lama untuk sebuah persahabatan, apalagi sahabat sejati. Walaupun seperti itu, tidak menutup kemungkinan menjadikannya sahabat sehidup sematikan?, toh sesingkat apapun waktu yang mereka tempuh, yang penting ada kenyamanan satu sama lainnya. Seperti ify dan rio ini.
“ ehm fy ” panggil rio. Sekarang rio dan ify sekarang memang sedang berjalan menuju ruang kepala sekolah. Mereka sendiri bingung, mau apa coba tiba-tiba dipanggil kepala sekolah begini. Ify menoleh kearah rio.
“ gue mau nanya, boleh kan? ” tanya rio memastikan. Takutnya jika rio nanya dengan spontan kan bisa-bisa ify marah sama dia. Ify menangguk lantas tersenyum.
“ enng, lo kenapa gak pernah mau ngomong sih sama gue? ” langkah ify terhenti. Tuhkan pertanyaan -yang sudah diduganya- cepat atau lambat pasti rio akan menanyakan hal itu padanya. Walaupun kaget, tetap saja wajahnya terlihat datar.
Ify menggelengkan kepalanya dan tersenyum getir. Dalam hatinya, ia ingin menceritakan semuanya. Tapi menurutnya itu bukanlah hal yang begitu penting untuk rio ketahui. Tapi suatu saat ify pasti akan menceritakan semuanya pada rio. Pasti, mereka kan sahabat. Tapi tidak untuk saat ini.
“ ya udah deh, kalau masih belum mau cerita. Mungkin ini belum saatnya gue tau ” tutur rio tersenyum. Senyum penuh arti. Ify hanya tersenyum tipis. Dalam hati ia sangat bersyukur memiliki sahabat seperti rio. Sangat mengerti ify. ‘Tuhan Makasih’ lirihnya dalam hati.
***
Harapan itu mulai terlihat. Menyelusup dibagian hampa hatinya. akankah kisahnya berubah menjadi kisah yang manis, dengan adanya sahabat barunya ini?
***
Setibanya diruang kepala sekolah, ify dan rio langsung mendudukan diri mereka di kursi depan meja kepala sekolah, pak putra –kepala sekolah mereka- terseyum menyambut kedatangan rio dan ify.
“ siang pak, ada perlu apa ya bapak memanggil saya dan juga ify? ” tanya rio dengan sopan, sedangkan ify hanya diam.
“ begini rio, ify. Bapak ingin kalian mengikuti lomba duet bermusik, untuk perwakilan sekolah kita. Bagaimana? ”
“ maksud bapak, kita nyanyi duet gitu? ” kalau rio sendiri sih ga masalah di suruh nyanyi, tapikan kalau ify? Ah udahlah gimana nanti aja, pikir rio. Sedangkan ify diam-diam menarik nafas dengan berat. Mendadak seperti ada yang menyumbat saluran pernafasannya. Uhh sialnya
“ bisa dibilang begitu. Tapi untuk tahun ini metode perlombaan di rubah, yang satu bernyanyi dan yang satu mengiringinya dengan alat musik. Jadi yang bernyanyi hanya kamu saja sedangkan ify bermaain piano mengiringi kamu ” ujar pak putra. Ify dan rio sama-sama menghela nafas lega. Syukurlah, batin mereka berdua.
“ gimana fy? ” alih rio menatap ify, sebetulnya tanpa menanyakan pada ifypun rio sudah pasti tau, orang sahabatnya itu pasti mau-mau aja asalkan ada piano. Dilihatnya ify mengaggukan kepalanya sambil tersenyum –lagi-!! Ckckk maniac piano sekali sahabatnya ini. Wkwkk
“ iya pak, kami setuju ” putus rio akhirnya.
“ lomba akan dimulai satu bulan lagi, tepatnya tanggal 24 Oktober nanti. Saya harap kalian berlatih dengan giat, lagu yang harus kalian bawakan sudah ditentukan ”
***
Hari itu semua bersuka. Tak ada air mata kepedihan. Yang ada hanya tangis kebahagiaan yang mengiringi dirinya! Dan pada akhirnya secelah harapan itu melebar, membuat peluangnya kembali.
***
Hari yang ditunggu-tunggu akhirnya datang. Lomba duet bermusik, antar sekolah musik diseluruh indonesia. Nampak rio dan ify di ruang tunggu peserta. Nomor peserta mereka 24, sedangkan sekarang yang tampil sudah nomor 23. Itu artinya setelah ini, giliran mereka berdua yang tampil.
‘Huhhh gilaaaa. Gue nervous banget!’ keluh rio dalam hati. Padahal rio ini sudah sering mengikuti lomba-lomba seperti ini, dan ini kali pertamanya rio se-Nervous ini. ahh apa mungkin gara-gara lombanya berduet dengan ify? Sahabat gadisnya yang manis itu? Oo. ‘aduh rio lo mikir apaan sih?’ rutuknya dalam hati
Melihat kegelisahan sahabatnya ini, membuat ify risih sendiri. Masalahnya gara-gara rio yang duduknya tidak tenang –seperti belut licin- ini malah membuatnya semakin nervous! Ify yang menepuk pelan tangan rio, langsung saja mengangkat alisnya. Kenapa? Ya iyalah ngerasa aneh, orang wajahnya rio itu loh kayak suami yang lagi nungguin persalinan istrinya -,-. Rio menoleh kearah ify, didapatnya wajah keheranan dari sahabatnya itu membuat rio mulai mencoba mengatus detak jantungnya yang tadi sempat berdetak tidak normal, mencoba mengatasi ke-Nervousannya dengan cara menghela nafas diam-diam. Dan heii, Berhasil!! Rasanya cukup tenang, uhh kenapa gak kepikiran dari tadi juga..
“ahh ify, gue gak apa-apa kok.. Cuma sedikit nervous saja ” desah rio, ify menghela nafas lega. Dikiranya rio sesak nafas mendadak terus tiba-tiba nanti pingsankan berabe-_-
-NOMOR PESERTA 24, DIHARAP SEGERA MENAIKI PANGGUNG-
Merasa di panggil. Rio dan ify segera menaiki panggun dan menempati posisi masing-masing. Rio di depan mikroponnya dan ify duduk di depan grand piano putihnya.
Perlahan, alunan nada khasnya terdengar di seluruh penjuru ruangan. Jemari lentik ify menari lincah pada bagian tuts-tutsnya. Dentingan nada khas yang selalu apik tersuguhkan. Bersua menyerukan kebebasan mereka, seakan menyambut harapan baru yang segera disongsongnya. Mata ify terpejam.. ikut merasakan kengiluan hatinya saat nada-nada lirih yang terdengar menyembul pada nada lainnya. Semua penonton seketika diam, terpaku, terhanyut akan setiap nada yang di mainkan ify.
Berjanjilah wahai sahabatku
Bila kau tinggalkan aku
Tetaplah tersenyum
Meski hati sedih dan menangis
Ku ingin kau tetap tabah, menghadapinya
Sampai akhirnya suara merdu rio terdengar mengawali bait pertama lagunya dengan sempurna. Melebur bersama perasaan mereka. Menambah ketersimaan semua orang yang berada diruangan ini.
Bila kau harus pergi meninggalkan diriku
Jangan lupakan aku
Rio dan ify sama-sama terhanyut kedalamnya. Membuat seisi ruangan ini hening. Saling membaurkan perasaan mereka, meleburkan setiap jengkal dari helaan nafas mereka berdua yang terkontaminasi menjadi satu.
Semoga dirimu disana
Kan baik-baik saja
Untuk selamanya
Disini aku kan selalu rindukan dirimu
Woo.. hooooo..
Wahai Sahabatku
Rindukan Dirimu...
Pada bait pertengahan sampai terakhir, tanpa diduga siapapun, -termasuk rio- ify ikut bernyanyi. Entah apa yang mendorong ify untuk bersuara lagi. Suara merdu mereka –rio dan ify- menyatu. Melebur bersama dengan perasaan ify yang entah bagaimana bisa secepat ini membaik. Melepas semua beban, masalah, kesedihan dan apapun itu yang –buruk- menghampiri ify selama ini serasa hilang. Seperti melayang kelangit bebas!
Bersama sahabat barunya ini, ia yakin hidupnya akan berubah, penuh keceriaan. Seperti dulu lagi saat kejadian sekelam itu belum terjadi. Pasti.
Dalam hati, ify terus mengucap syukur. Ternyata dibalik semua kepahitan hidupnya ada sebuah hikmah terselubung didalamnya.. mengandung arti yang sangat berkesan untuk ify sendiri. Dan dengan takdir yang tuhan kasih selama ini, itu semata-mata hanya untuk menguji ify. Sampai akhirnya datang seorang bocah laki-laki yang sukses membuat hidupnya berwarna kembali, berbalik 180 derajat dari yang dulu. Yah kira-kira sudah 2 bulan semenjak lomba duet bermusik berlangsung, ify benar-benar berubah. Menjadi sosok yang berbeda. Si cerewet! Itulah panggilan sayang rio terhadap ify, sahabatnya. Lomba duet bermusik itupun berhail diraih mereka –RIFY-.. julukan rio dan ify. Siapa tau entar mereka menjadi duo gitu.
‘saksi bisuku memang hanya seonggok piano, tetapi berbeda dengan saksi hidupku. Saksi hidupku bernyawa! Nafasnya kini telah menyatu bersama desah nafasku. Bagiku, piano memanglah berarti, dialah teman terbaikku. Tetapi bukan sahabat sejatiku. Piano, hanyalah sebuah perantara, penghantar diriku sehingga bertemu dengan sahabat sejatiku. Sahabat baruku!’ ALYSSA-MARIO

0 comments :
Post a Comment